Jumat, 29 Mei 2020

4 Mazhab, Ini Hukum Tahlilan & Bersedekah untuk Orang yang Sudah Meninggal

SEBAGIAN umat Muslim di Indonesia mengamalkan tahlilan, yaitu kegiatan membaca serangkaian ayat Alquran dan kalimat thayyibah (tasbih, tahmid, tahlil, dan takbir), yang pahalanya dihadiahkan kepada ayah, ibu, kakek, nenek, sanak saudara atau kepada siapa saja yang diniatkan. Tahlilan tersebut biasanya dilaksanakan tiga hari atau tujuh hari berturut-turu setelah meninggalnya seorang anggota keluarga. Bagi yang mampu bisa mengamalkannya juga pada hari ke-40, ke-100, atau ke-1000-nya. Tahlilan juga sering dilaksanakan secara rutin pada malam Jumat atau malam-malam tertentu lainnya. Setelah tahlilan, biasanya pemilik hajat akan memberikan hidangan makanan untuk dimakan di tempat oleh Muslim yang ikut tahlilan, atau dibawa pulang oleh mereka. Dengan demikian, inti tahlilan adalah: Pertama, menghadiahkan pahala bacaan Alquran dan kalimat thayyibah kepada mayit. Kedua, mengkhususkan bacaan itu pada waktu-waktu tertentu, yaitu tujuh hari berturut-turut dari kematian seseorang, hari ke-40, ke-100, dan sebagainya. Ketiga, bersedekah untuk mayit, berupa pemberian makanan untuk peserta tahlilan. Lalu, bagaimanakah pendapat para ulama terkait ketiga masalah tersebut ? 1. Hukum menghadiahkan pahala bacaan Alquran dan kalimat thayyibah kepada mayit. Para ulama berbeda pendapat tentang hukum menghadiahkan pahala bacaan Alquran dan kalimat thayyibah kepada mayit. Pertama, ulama mazhab Hanafi, sebagian ulama mazhab Maliki, ulama mazhab Syafi’i, dan ulama mazhab Hanbali menegaskan, menghadiahkan pahala bacaan Alquran serta kalimat thayyibah kepada mayit hukumnya boleh, dan pahalanya sampai kepada sang mayit. Syekh Az-Zaila’i dari mazhab Hanafi menyebutkan: أَنَّ الْإِنْسَانَ لَهُ أَنْ يَجْعَلَ ثَوَابَ عَمَلِهِ لِغَيْرِهِ، عِنْدَ أَهْلِ السُّنَّةِ وَالْجَمَاعَةِ، صَلَاةً كَانَ أَوْ صَوْمًا أَوْ حَجًّا أَوْ صَدَقَةً أَوْ قِرَاءَةَ قُرْآنٍ أَوْ الْأَذْكَارَ إلَى غَيْرِ ذَلِكَ مِنْ جَمِيعِ أَنْوَاعِ الْبِرِّ، وَيَصِلُ ذَلِكَ إلَى الْمَيِّتِ وَيَنْفَعُهُ. Bahwa seseorang diperbolehkan menjadikan pahala amalnya untuk orang lain, menurut pendapat Ahlussunnah wal Jama’ah, baik berupa salat, puasa, haji, sedekah, bacaan Qur’an, zikir, atau sebagainya, berupa semua jenis amal baik. Pahala itu sampai kepada mayit dan bermanfaat baginya. (Lihat: Usman bin Ali Az-Zaila’i, Tabyinul Haqaiq Syarh Kanzud Daqaiq, juz 5, h. 131). Sedangkan, Syekh Ad-Dasuqi dari mazhab Maliki menyebutkan: وَإِنْ قَرَأَ الرَّجُلُ، وَأَهْدَى ثَوَابَ قِرَاءَتِهِ لِلْمَيِّتِ، جَازَ ذَلِكَ، وَحَصَلَ لِلْمَيِّتِ أَجْرُهُ. Jika seseorang membaca Alquran, dan menghadiahkan pahala bacaannya kepada mayit, maka hal itu diperbolehkan, dan pahala bacaannya sampai kepada mayit. (Lihat: Muhammad bin Ahmad bin Arafah Ad-Dasuqi, Hasyiyatud Dasuqi Alas Syarhil Kabir, juz 4, h. 173). Senada dengan kedua ulama di atas, imam Nawawi dari mazhab Syafi’i menuturkan: وَيُسْتَحَبُّ لِلزَّائِرِ أَنْ يُسَلِّمَ عَلَى الْمَقَابِرِ، وَيَدْعُوْ لِمَنْ يَزُوْرُهُ وَلِجَمِيْعِ أَهْلِ الْمَقْبَرَةِ، وَالأَفْضَلُ أَنْ يَكُوْنَ السَّلَامُ وَالدُّعَاءُ بِمَا ثَبَتَ فِي الْحَدِيْثِ، وَيُسْتَحَبُّ أَنْ يَقْرَأَ مِنَ الْقُرْآنِ مَا تَيَسَّرَ، وَيَدْعُو لَهُمْ عَقِبَهَا. Dan disunnahkan bagi peziarah kubur untuk mengucapkan salam kepada (penghuni) kubur, serta mendoakan mayit yang diziarahi dan semua penghuni kubur. Salam serta doa lebih diutamakan menggunakan apa yang sudah ditetapkan dalam hadis Nabi. Begitu pula, disunahkan membaca apa yang mudah dari Alquran, dan berdoa untuk mereka setelahnya. (Lihat: Yahya bin Syaraf An-Nawawi, Al-Majmu’, juz 5, h. 311). Syekh Ibnu Qudamah dari mazhab Hanbali juga menuturkan: وَأَيُّ قُرْبَةٍ فَعَلَهَا، وَجَعَلَ ثَوَابَهَا لِلْمَيِّتِ الْمُسْلِمِ، نَفَعَهُ ذَلِكَ، إنْ شَاءَ اللَّهُ. أَمَّا الدُّعَاءُ، وَالِاسْتِغْفَارُ، وَالصَّدَقَةُ، وَأَدَاءُ الْوَاجِبَاتِ، فَلَا أَعْلَمُ فِيهِ خِلَافًا. Dan apapun ibadah yang dia kerjakan, serta dia hadiahkan pahalanya kepada mayit muslim, akan memberi manfaat untuknya. Insya Allah. Adapun doa, istighfar, sedekah, dan pelaksanaan kewajiban maka saya tidak melihat adanya perbedaan pendapat (akan kebolehannya). (Lihat: Abdullah bin Ahmad bin Muhammad bin Qudamah, Al-Mughni, juz 5, h. 79). Di antara ulama yang membolehkan menghadiahkan pahala bacaan Alquran dan kalimat thayyibah kepada mayit adalah Syekh Ibnu Taimiyyah. Dalam kitab Majmu’ul Fatawa disebutkan: وَأَمَّا الْقِرَاءَةُ وَالصَّدَقَةُ وَغَيْرُهُمَا مِنْ أَعْمَالِ الْبِرِّ فَلَا نِزَاعَ بَيْنَ عُلَمَاءِ السُّنَّةِ وَالْجَمَاعَةِ فِي وُصُولِ ثَوَابِ الْعِبَادَاتِ الْمَالِيَّةِ كَالصَّدَقَةِ وَالْعِتْقِ، كَمَا يَصِلُ إلَيْهِ أَيْضًا الدُّعَاءُ وَالِاسْتِغْفَارُ وَالصَّلَاةُ عَلَيْهِ صَلَاةُ الْجِنَازَةِ وَالدُّعَاءُ عِنْدَ قَبْرِهِ. وَتَنَازَعُوا فِي وُصُولِ الْأَعْمَالِ الْبَدَنِيَّةِ، كَالصَّوْمِ وَالصَّلَاةِ وَالْقِرَاءَةِ. وَالصَّوَابُ أَنَّ الْجَمِيعَ يَصِلُ إلَيْهِ. Dan adapun bacaan, sedekah, dan sebagainya, berupa amal-amal kebaikan, maka tidak ada perselisihan di antara para ulama Ahlussunnah wal Jama’ah akan sampainya pahala ibadah harta, seperti sedekah dan pembebasan (memerdekakan budak). Sebagaimana sampai kepada mayit juga, pahala doa, istighfar, salat jenazah, dan doa di samping kuburannya. Para ulama berbeda pendapat soal sampainya pahala amal jasmani, seperti puasa, salat, dan bacaan. Menurut pendapat yang benar, semua amal itu sampai kepada mayit. (Lihat: Ahmad bin Abdul Halim bin Taimiyyah, Majmu’ul Fatawa, juz 24, h. 366). Kedua, sebagian ulama mazhab Maliki yang lain menyatakan, pahala bacaan Alquran dan kalimat thayyibah tidak sampai kepada mayit, karenanya hal itu tidak diperbolehkan. Syekh Ad-Dasuqi dari mazhab Maliki menulis: قَالَ فِي التَّوْضِيحِ فِي بَابِ الْحَجِّ: الْمَذْهَبُ أَنَّ الْقِرَاءَةَ لَا تَصِلُ لِلْمَيِّتِ حَكَاهُ الْقَرَافِيُّ فِي قَوَاعِدِهِ وَالشَّيْخُ ابْنُ أَبِي جَمْرَةَ Penulis kitab At-Taudhih berkata dalam kitab At-Taudhih, bab Haji: Pendapat yang diikuti dalam mazhab Maliki adalah bahwa pahala bacaan tidak sampai kepada mayit. Pendapat ini diceritakan oleh Syekh Qarafi dalam kitab Qawaidnya, dan Syekh Ibnu Abi Jamrah. (Lihat: Muhammad bin Ahmad bin Arafah Ad-Dasuqi, Hasyiyatud Dasuqi Alas Syarhil Kabir, juz 4, h. 173). Dari paparan di atas, para ulama berbeda pendapat tentang hukum menghadiahkan bacaan Alquran dan kalimat thayyibah kepada mayit. Mayoritas ulama meliputi ulama mazhab Hanafi, sebagian ulama mazhab Maliki, ulama mazhab Syafi’i, ulama mazhab Hanbali, dan Syekh Ibnu Taimiyyah membolehkannya. Sedangkan, sebagian ulama mazhab Maliki yang lain melarangnya. 2. Hukum mengkhususkan waktu tertentu untuk membaca Alquran dan kalimat thayyibah. Mayoritas ulama membolehkan pengkhususan waktu tertentu untuk beribadah atau membaca Alquran dan kalimat thayyibah, seperti malam Jumat atau setelah melaksanakan salat lima waktu. Mereka berpegangan kepada hadis riwayat Ibnu Umar: عَنِ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا قَالَ: كَانَ النَّبِىُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَأْتِيْ مَسْجِدَ قُبَاءٍ كُلَّ سَبْتٍ مَاشِيًا وَرَاكِبًا. وَكَانَ عَبْدُ اللَّهِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا يَفْعَلُهُ. Dari Ibnu Umar radhiyallahu anhuma, ia berkata: Nabi shallallahu alaihi wasallam selalu mendatangi masjid Quba’ setiap hari Sabtu, dengan berjalan kaki dan berkendara. Abdullah ibnu Umar radhiyallahu anhuma juga selalu melakukannya. Mengomentari hadits tersebut, al-Hafidz Ibnu Hajar al-Asqalani berkata, hadits ini menunjukkan kebolehan mengkhususkan sebagian hari atau sebagian waktu untuk melaksanakan amal saleh, dan melanggengkannya. (Lihat: Ahmad bin Ali bin Hajar al-Asqalani, Fathul Bari, juz 4, h. 197). Artinya, mengkhususkan hari tertentu seperti tujuh hari berturut-turut dari kematian seseorang, hari ke-40, ke-100, ke-1000, malam Jumat, atau malam lainnya untuk membaca Alquran dan kalimat thayyibah, hukumnya boleh. 3. Hukum bersedekah untuk mayit. Para ulama sepakat bahwa bersedekah untuk mayit hukumnya boleh, dan pahala sedekah sampai kepadanya. Mereka berpedoman pada hadits riwayat Aisyah radhiyallahu anha: أَنَّ رَجُلاً أَتَى النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّ أُمِّيَ افْتُلِتَتْ نَفْسَهَا، وَلَمْ تُوصِ وَأَظُنُّهَا لَوْ تَكَلَّمَتْ تَصَدَّقَتْ. أَفَلَهَا أَجْرٌ إِنْ تَصَدَّقْتُ عَنْهَا. قَالَ «نَعَمْ». Seseorang mendatangi Nabi shallallahu alaihi wasallam, lalu berkata: “Hai Rasulullah. Sesungguhnya ibuku meninggal dalam keadaan tiba-tiba, dan belum berwasiat. Saya rasa seandainya sebelum meninggal dia sempat berbicara, dia akan bersedekah. Apakah dia mendapatkan pahala jika saya bersedekah untuknya?” Rasul bersabda: “Ya.” Mengomentari hadits di atas, Imam Nawawi berkata, hadits ini menjelaskan bahwa bersedekah untuk mayit bermanfaat, dan pahala sedekah sampai kepadanya. Para ulama bersepakat tentang sampainya pahala sedekah kepada mayit. (Lihat: Yahya bin Syaraf An-Nawawi, Shahih Muslim bi Syarhi An-Nawawi, juz 7, h. 90). Demikian ditulis Ustadz Husnul Haq, Pengasuh Pesantren Mahasiswa Mamba’ul Ma’arif Tulungagung yang juga Dosen IAIN Tulungagung, sebagaimana dilansir dair laman resmi Nahdatul Ulama (NU Online) pada Rabu (31/12/2019).

Meninggal pada Hari Jumat Terbebas dari Siksa Kubur, Benarkah?

Kita pasti sering mendengar dengan pernyataan bahwa orang yang meninggal pada hari jumat akan terbebas dari siksa kubur. Tapi benarkah demikian? Dari Abdullah bin Amru bin Ash radhiyallahu ‘anhuma dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa salam bersabda: “Tidak ada seorang muslim pun yang meninggal pada hari Jum’at atau malam Jum’at kecuali Allah akan menjaganya dari fitnah kubur,” (HR. Ahmad no. 6582 dan At-Tirmidzi no. 1074). Akan tetapi para ulama hadis berbeda pendapat tentang kesahihan hadis ini. Mereka berpendapat bahwa hadis itu adalah hadis dhaif. Imam Tirmizi ketika meriwayatkan hadis ini menjelaskan hadis tersebut adalah hadis gharib, yang kemudian ditegaskannya lagi sanadnya tidak tersambung (munqathi’/terputus). Ibnu Hajar al-‘Asqalani menegaskan dalam kitab Fathul Bari sanad hadis ini dhaif dan juga diriwayatkan oleh Abu Ya’la dengan lafaz yang semisalnya dari Hadis Anas bin Malik, tetapi sanadnya lebih dhaif lagi. Syekh Syu’aib Al-Arnauth ketika memberi komentar terhadap hadis ini dalam Musnad Imam Ahmad mengatakan sanad hadis itu dhaif. Kemudian, ia menyebutkan beberapa hadis yang mendukung dan menegaskan semua hadis yang mendukung tersebut tidak bisa digunakan untuk menguatkan hadis ini. Dan, Albani telah salah karena mengatakan hadis itu hasan atau sahih dalam kitabnya Ahkam al-Janaiz. Hadis tersebut juga diriwayatkan oleh Abdurrazzak dalam kitabnya al-Mushannaf dengan lafaz “dilepaskan dari azab kubur”, tetapi dalam sanadnya ada Ibnu Juraij yang terkenal dalam mentadlis hadis. Sebagian ulama mengatakan jika memang kematian seseorang pada hari tertentu memiliki keutamaan atau keistimewaan tentunya hari Senin lebih utama karena pada hari itulah Nabi Muhammad SAW, kekasih dan makhluk paling mulia yang diciptakan Allah SWT, meninggal dunia. Jika hadis-hadist di atas adalah hadis sahih maka itu menunjukkan keutamaan bagi Muslim dan Muslimah yang meninggal pada hari Jumat. Dan, tentunya keutamaan ini hanya bagi kaum Muslimin yang meninggal dalam ketauhidan, yakni keimanannya tidak dinodai oleh kemusyrikan, kekufuran, serta segala yang membatalkan keimanan seseorang. Sedangkan, mereka yang meninggal dalam kemusyrikan dan kekufuran tentunya akan mendapatkan azab kubur dan siksa neraka sebagaimana yang telah dijanjikan Allah SWT dalam Al-Quran dan Sunah Rasul-Nya. Sebagai seorang Muslim dan berpegang pada akidah Ahlus Sunnah wal Jamaah, kita tidak boleh memastikan bahwa seseorang akan masuk surga atau masuk neraka, kecuali yang sudah disebutkan oleh Nabi saw dalam hadis-hadisnya.

Inilah Bacaan Doa Sebelum dan Sesudah Adzan

Tidak ada satu riwayatpun yang menyuruh Muadzin mengucapkan lafaz tertentu sebelum adzan seperti bacaan Hauqalah, tasbih, tahmied, shalawat atau yang lainnya yang berkembang di masyrakat (baca: tuntunan adzan dan iqomat). Adapun bacaan basmalah itu disunahkan secara umum untuk mengawali segala perbuatan yang baik bukan semata – mata adzan. Sementara sesudah adzan baik (Mu’adzin maupun Mustami’unnida’) disyariatkan membaca doa Jabir bin Abdullah berkata bahwasanya Rasulullah saw. Bersabda “Barang siapa yang ketika mendengar adzan mengucapkan ‘Allahumma Rabba………..wa’adttah’ niscaya akan mendapat syafa’atku pada hari kiamat. Diriwayatkan oleh Bukhari dalam al-Adzan bab Ad-Du’a inda an-Nida, hadis ke 579. Ada sebagian orang yang menambah doa ini dengan lafaz: Hadis tentang tambahan ini tidak ada asalnya. Karena hadis shahih yang diriwayatkan oleh Bukhari dan yang lainya sama sekali tidak ada tambahan tersebut, As-Sakhaawy mengatakan “aku tidak pernah dapati tambahan lafaz tersebut sama sekali”. Ada juga tambahan “Innaka laa tukhliful mii’ad” ini terdapat dalam sunan al-Baihaqi tetapi al-Albani mengatakan riwayat ini syadz (cacat). Syaikh Muhammad Abdussalam Khadr Asy Syaqiry dalam Assunan wa Mubtada’at al Muta’alliqah bi al Adzkar wa as Shalawat yang diterbitkan oleh “Dar al-Fikr” mengatakan penambahan kata “Wa darajatarrafi’ah” di tengah shalawat adalah bid’ah dan penambahan kalimat “Innaka la tukhliful mii’ad” di akhir shalawat tidak memiliki dasar hadis yang shahih, hanya menisbatkan kepada Uwais al-Qarni semata dan itu salah besar. Membaca shalawat yang dibuat-buat, ayat-ayat tertentu dengan redaksi atau susunan tertentu, syair atau semacamnya apalagi dengan jama’ah dan dikeraskan sama sekali tidak ada tuntunan dari Rasulullah saw. yang disunahkan adalah menirukan sebagaimana yang diucapkan Mua’adzin lalu membaca shalawat atau berdoa sesuai sabda dan tuntunan Rasulullah saw. Disyari’atkan juga membaca shalawat/doa untuk Nabi saw. Abdullah bin Amru bin Ash mendengar Rasulullah saw. Bersabda “Apabila mendengar seruan muadzin maka ucapkanlah seperti apa yang diucapkanya lalu bershalawatlah untuku, sesungguhnya barang siapa yang bershalawat untuku satu kali maka Allah memberikan rahmat padanya sepuluh kali kemudian mintalah wasilah untuku karena sesungguhnya wasilah itu suatu kedudukan di syorga yang hanya diberikan kepada seorang hamba dan aku mengharap akulah hamba itu” diriwayatkan oleh Muslim dalam kitab shalat Kutubuttis’ah hadis ke 577 juga terdapat dalam (HPT: 125).

Tak Sadar Sering Diucapkan, Ternyata Kalimat Ini Sangat Dibenci Allah

 



Kalimat apa yang dimaksud?


Sebaiknya mulailah berlatih menjaga lisan. 

         Ucapan yang tak terjaga yang keluar dari mulutmu bisa membuat orang tersinggung.


Yang lebih mengkhawatirkan, kamu tak menyadari kalimat yang terlontar ternyata sangat dibenci Allah SWT.


Lantas, kalimat apa yang dimaksud? Sedangkan apakah dalil yang menjelaskan mengenai hal ini?


Kalimat yang dimaksud yaitu kalimat yang merepresentasikan kesombongan dan penolakan terhadap ajakan orang lain berbuat baik, terutama untuk bertaqwa kepada Allah SWT.


Dari Abdullah bin Mas'ud radhiyallahu 'anhu, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,


" Kalimat yang paling Allah benci, seseorang menasehati temannya, 'Bertaqwalah kepada Allah', namun dia menjawab: 'Urus saja dirimu sendiri'."

      (Hadis riwayat Baihaqi dalam Syu'abul Iman,  An Nasai dalam Amal Al Yaum wa Al Lailah,  dishahihkan Al Albani dalam As Shahihah).


Tanda Kesombongan.


Kalimat di atas menunjukkan kesombongan seseorang karena tidak mau mendengarkan ajakan orang lain. 

    Bahkan orang lain dianggap tidak boleh mengurusi masalah ketaqwaannya.


Padahal sejatinya, manusia seharusnya saling mengingatkan dalam kebaikan.


Sikap sombong ini pernah juga dialami oleh Nabi Nuh 'alaihi salam.

     Beliau pun mengadu kepada Allah terkait kesombongan kaumnya, yang tidak mau menyembah Allah SWT. 

      B Hal ini dijelaskan dalam Quran Surat Nuh Ayat 5-7 yang artinya sebagai berikut:


Sabda Nabi Nuh


Nuh berkata: “ Ya Tuhanku Sesungguhnya aku telah menyeru kaumku malam dan siang, Maka seruanku itu hanyalah menambah mereka lari (dari kebenaran). 


Setiap kali aku menyeru mereka (kepada iman) agar Engkau mengampuni mereka, mereka memasukkan jari mereka ke dalam telinganya dan menutupkan bajunya (kemukanya) dan mereka tetap (mengingkari) dan sangat menyombongkan diri. 

(QS. Nuh: 5-7)


Dalam kehidupan sehari-hari sangat sering sekali kita menjawab nasihat orang lain dengan kalimat yang dibenci Allah ini.


Sehingga pada akhirnya orang lain tidak lagi mau menasihati kita karena takut akan mendapatkan perlakuan serupa. 


Pada akhirnya, manusia hanya bergumal pada kesalahan dan tidak mau memperbaiki diri.

Doa Selesai Sholat Dhuha yang Mampu Melancarkan Rezeki



Umroh.com –Waktu dhuha adalah waktu ketika matahari mulai naik kurang lebih 7 hasta sejak terbitnya (kira-kira pukul tujuh pagi) hingga waktu dzuhur.

 Amalan yang dapat kita lakukan di kala waktu dhuha adalah sholat sunnah Dhuha. 

Jumlah rakaat sholat dhuha minimal 2 rakaat dan maksimal 12 rakaat.

 Ada baiknya setelah sholat dhuha membaca doa selesai sholat dhuha. Agar Allah SWT senantiasa memberikan pahala berlimpah untuk kita.

 Keutamaan Sholat Dhuha Sholat dhuha menggantikan kewajiban sedekah untuk semua persendian sebagaimana dalam hadits Abu Dzar dan Buraidah di atas. Dari Nu’aim bin Hammar Al Ghathafani, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

 قَالَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ يَا ابْنَ آدَمَ لاَ تَعْجِزْ عَنْ أَرْبَعِ رَكَعَاتٍ مِنْ أَوَّلِ النَّهَارِ أَكْفِكَ آخِرَهُ

 “Allah Ta’ala berfirman: Wahai anak Adam, janganlah engkau tinggalkan empat raka’at sholat di awal siang (di waktu Dhuha).

 Maka itu akan mencukupimu di akhir siang.” (HR. Tirmidzi) Sholat dhuha juga disebut sebagai sholat awwabin, yaitu sholatnya orang-orang yang banyak kembali kepada Allah. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

 صلاةُ الأوَّابينَ حين تَرمَضُ الفِصَالُ 

“Sholat awwabin adalah ketika anak unta merasakan terik matahari.” (HR. Muslim) 
Manfaat dan faedah dari Sholat Dhuha Manfaat atau faedah sholat dhuha yang dapat diperoleh dan dirasakan oleh orang yang melaksanakan salat duha adalah dapat melapangkan dada dalam segala hal terutama dalam hal rizki, sebab banyak orang yang terlibat dalam hal ini. Dr. Ebrahim Kazim, seorang dokter, peneliti, serta direktur dari Trinidad Islamic Academy menyatakan bahwa gerakan teratur dari sholat menguatkan otot berserta tendonnya, sendi serta berefek luar biasa terhadap sistem kardiovaskular. 

Terlebih lagi sholat dhuha tidak hanya berguna untuk mempersiapkan diri menghadapi hari dengan rangkaian gerakan teraturnya. Tetapi juga menangkal stress yang mungkin timbul dalam kegiatan sehari-hari, sesuai dengan keterangan dr. Ebrahim Kazim tentang sholat, “Ada ketegangan yang lenyap karena tubuh secara fisiologis mengeluarkan zat-zat seperti enkefalin dan endorfin. 

Zat ini sejenis morfin, termasuk opiat. Efek keduanya juga tidak berbeda dengan opiate lainnya. Bedanya, zat ini alami, di produksi sendiri oleh tubuh, sehingga lebih bermanfaat dan terkontrol.” Referensi Hadits terkait Sholat Dhuha Hadits rasulullah terkait sholat dhuha antara lain: 

“Barang siapa sholat Dhuha 12 rakaat, Allah akan membuatkan untuknya istana disurga.” (HR. Tirmiji dan Abu Majah)

 “Siapapun yang melaksanakan sholat dhuha dengan langgeng, akan diampuni dosanya oleh Allah, sekalipun dosa itu sebanyak buih di lautan.” (HR Tirmidzi) “Dari Ummu Hani bahwa rasulullah SAW salat dhuha 8 rakaat dan bersalam tiap dua rakaat.” (HR Abu Daud) Dari Zaid bin Arqam berkata, “Nabi SAW. keluar ke penduduk Quba dan mereka sedang sholat dhuha.” Ia bersabda, 

“Sholat awwabin (duha‘) berakhir hingga panas menyengat (tengah hari).” (HR Ahmad Muslim dan Tirmidzi) Rasulullah bersabda di dalam hadits Qudsi, Allah SWT berfirman, 

“Wahai anak Adam, jangan sekali-kali engkau malas mengerjakan empat rakaat sholat dhuha, karena dengan salat tersebut, Aku cukupkan kebutuhanmu pada sore harinya.” (HR Hakim & Thabrani) “Barangsiapa yang masih berdiam diri di masjid atau tempat sholatnya setelah sholat shubuh karena melakukan iktikaf, berzikir, dan melakukan dua rakaat sholat dhuha disertai tidak berkata sesuatu kecuali kebaikan, maka dosa-dosanya akan diampuni meskipun banyaknya melebihi buih di lautan.” (HR Abu Daud) Dari Abi Zar dari nabi SAW, dia bersabda, 

“Setiap pagi ada kewajiban untuk bersedekah untuk tiap-tiap persendian (ruas). 

Tiap-tiap tasbih adalah sedekah, riap-tiap tahlil adalah sedekah, tiap-tiap takbir adalah sedekah, dan menganjurkan kebaikan serta mencegah kemungkaran itu sedekah. 

Cukuplah menggantikan semua itu dengan dua rakaat sholat dhuha.” (HR Muslim) 

Tata Cara Sholat Dhuha Tata cara melaksanakan sholat dhuha sama sebagaimana tata cara sholat lainnya. 

Dikerjakan dengan dua rakaat-dua rakaat, dengan salam setiap dua rakaat.

 Berdasarkan hadits dari Abdullah bin Umar radhiallahu’anhuma, Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda: 
صلاةُ اللَّيلِ والنَّهارِ مَثنَى مَثنَى

 “Sholat (sunnah) di malam dan siang hari, dua rakaat-dua rakaat” (HR. Abu Daud, An Nasa-i). Syaiikh Abdul Aziz bin Baz menjelaskan:

 ويقرأ فيها ما تيسر سوراً أو آيات ليس فيها شيء مخصوص، يقرأ فيها ما تيسر من الآيات أو من السور. وأقلها ركعتان تسليمة واحدة، وإن صلى أربع أو ست أو ثمان أو أكثر يسلم من كل ثنتين فكله حسن 

“Dalam sholat dhuha (setelah Al Fatihah, pent.) silakan membaca surat atau ayat-ayat apa saja yang dimampui, tidak ada surat atau ayat khusus yang diutamakan. Silakan membaca ayat atau surat apa saja. Jumlah rakaatnya minimal dua rakaat dengan satu salam. Jika ingin sholat empat rakaat atau enam atau delapan rakaat, atau bahkan lebih, dengan salam di setiap dua rakaat, maka ini semua baik” Doa Setelah Sholat Dhuha Adapun doa setelah sholat dhuha adalah sebagai berikut :

 اَللَّهُمَّ إِنَّ الضُّحَاءَ ضُحَاؤُكَ وَالبَهَاءَ بَهَاؤُكَ وَالجَمَالَ جَمَالُكَ وَالقُوَّةَ قُوَّتُكَ وَالقُدْرَةَ قُدْرَتُكَ وَالعِصْمَةَ عِصْمَتُكَ اَللَّهُمَّ إِنْ كَانَ رِزْقِي فِي السَّمَاءِ فَأَنْزِلْهُ وَإِنْ كَانَ فِي الأَرْضِ فَأَخْرِجْهُ وَإِنْ كَانَ مُعْسِرًا فَيَسِّرْهُ وَإِنْ كَانَ حَرَامًا فَطَهِّرْهُ وَإِنْ كَانَ بَعِيْدًا فَقَرِّبْهُ بِحَقِّ ضُحَائِكَ وَبَهَائِكَ وَجَمَالِكَ وَقُوَّتِكَ وَقُدْرَتِكَ آتِنِي مَا آتَيْتَ عِبَادَكَ الصَّالِحِيْنَ

 Allahumma innadhdhuha-a-dhuha-uka, walbahaa-abahaa-uka, wal jamala jamaaluka, wal quwwata quwaatuka, wal qudrota qudrotuka, wal ‘ishmata ishmatuka. Allahumma inkaana rizqii fissamma-i fa anzilhu, wa inkaana fil ardhi fa-akhrijhu, wa inkaana mu’siron fayassirhu, wa inkaana harooman fa thohhirhu, wa inkaana ba’idan fa qoribhu, bihaqqiduhaa-ika wa bahaaika, wa jamaalika wa quwwatika wa qudrotika, aatini maa ataita ibaadakash shoolihin. 

Artinya: 

“Ya Allah, sesungguhnya waktu dhuha adalah waktu dhuha-Mu, keagungan adalah keagungan-Mu, keindahan adalah keindahan-Mu, kekuatan adalah kekuatan-Mu, penjagaan adalah penjagaan-Mu, Ya Allah, apabila rezekiku berada di atas langit maka turunkanlah, apabila berada di dalam bumi maka keluarkanlah, apabila jauh dekatkanlah dengan kebenaran dhuha-Mu, kekuasaan-Mu (wahai Tuhannku), datangkanlah padaku apa yang Engkau datangkanlah kepada hamba-hambaMu yang soleh” 

Sebenarnya hal yang paling penting disini bukan lah kuantitasnya melainkan kualitas. 

Menjalankan shalat dhuha dengan lebih sedikit rakaat lebih baik dari mengerjakan banyak rakaat tetapi tidak khusuk.

 Hendaknya shalat dhuha dilakukan secara istiqomah dan rutin agar dapat memperoleh keutamaan-keutamaan yang disebutkan diatas.

Muslimah... Haruskah Kau Menangis Karena Jomblo?

Ada banyak sekali persoalan yang membuat kita galau, terutama soal jodoh. Apalagi bagi kaum hawa, jodoh seringkali menjadi persoalan yang sangat urgent. Ada yang sudah cukup umur tapi belum menemukan jodohnya. Ada yang sudah menemukan jodoh, tapi terkendala izin orangtua dan masalah finansial. Ada juga yang sibuk ‘mengkompetisikan’ lawan jenis sampai dia merasa menemukan jodoh yang paling tepat. Fenomena jodoh memang bermacam-macam. Mengharapkan jodoh memang tidak salah.Dalam Islam, Alloh SWT mengakomodir perasaan cinta kepada lawan jenis dengan ikatan suci yaitu sebuah pernikahan. Menjadi sesuatu yang menyengsarakan jiwa ketika seseorang terus menerus mengeluh dan mengadukan keresahannya pada Alloh, “Ya Alloh Siapakah Jodohku?”. Ia berharap Alloh akan segera memberikan jawaban-Nya dengan mengirimkan seorang jodoh. Belum lagi perasaan tidak enak ketika disebut seorang jomblo. Seringkali dikatakan “kok jomblo? Gak laku ya!” Atau “ikh ga gaul banget sih ga mau pacaran?” ...seseorang yang layak dicintai, bukan karena keindahan fisik yang akan luntur oleh waktu, akan tetapi keindahan akhlak yang akan bertahan dan menghantarkan pasangan untuk lebih dekat dengan Sang Pencipta Alloh SWT Namun apakah seseorang yang belum menemukan jodoh itu harus menangis, bersedih hati bahkan mengutuk Alloh karena hal itu? Padahal Alloh sudah menjanjikan loh dalam QS 24:26 bahwa: “Wanita-wanita yang keji adalah untuk laki-laki yang keji dan laki-laki yang keji adalah buat wanita-wanita yang keji (pula) dan wanita-wanita yang baik adalah untuk laki-laki yang baik dan laki-laki yang baik adalah untuk wanita-wanita yang baik…” Daripada meratapi kesendirian, banyak banget hal yang bisa kamu lakukan sambil menyiapkan diri bertemu sang jodoh. Salah satunya dengan menjadikan diri sebagai seseorang yang layak dicintai, bukan karena keindahan fisik yang akan luntur oleh waktu, akan tetapi keindahan akhlak yang akan bertahan dan menghantarkan pasangan untuk lebih dekat dengan Sang Pencipta Alloh SWT. Nih ada beberapa tips menjadikanmu seseorang yang layak dicintai, diantaranya: Perbaiki keimanan, seseorang yang memiliki iman yang kuat akan senantiasa berserah diri kepada Alloh dan bersabar. Seseorang yang layak dicintai adalah seseorang yang menghidupkan Alloh dalam jiwanya, membahana ke dalam seluruh sanubarinya, meluap dari setiap ucapannya, tercermin dalam perilakunya, sehingga iman menempati pilar kokoh yang membentengi prinsipnya. Iman mendasari hidupnya, termasuk dalam menemukan jodoh yang dilakukan atas dasar lillahi saja. Bersifat dan bersikap mulia. Rendah hati, menepati janji dan dapat dipercaya, taat beribadah, berpikiran positif. Tentunya kita harus rendah hati bukan rendah diri. Menjauhi kesombongan dan menjauhi perasaan lebih dari orang lain. Sibukkan diri meningkatkan potensi diri. Mumpung masih sendiri, ya pergunakan saja waktu untuk hal-hal yang lebih positif. Mengejar cita-cita yang belum tercapai, mengembangkan bakat yang masih terpendam. Atau bahkan mencoba hal-hal baru yang tentunya harus ada nilai ibadahnya ya. Karena belum tentu sesudah kita memiliki pasangan kita masih memiliki waktu untuk melakukan hal-hal itu. Muhammad-kan dirimu, agar Alloh meng-Khadijah-kan jodohmu. Fathimah-kan dirimu, agar Alloh meng-Ali-kan pasanganmu Nah, seperti itulah sahabat! tulisan ini jadi bahan renungan untuk penulisnya sendiri. Ketika kita berharap dipertemukan dengan jodoh yang mulia, maka berusahalah dari sekarang untuk memuliakan diri. Karena janji Alloh: orang baik akan dipertemukan dengan orang baik. Muhammad-kan dirimu, agar Alloh meng-Khadijahkan jodohmu. Fathimah-kan dirimu, agar Alloh meng-Alikan pasanganmu. Wallohu a’lam bishowwab.
ANCAMAN UNTUK ORANG YANG SUKA TERLAMBAT MENGHADIRI KHUTBAH DAN SHOLAT JUM’AT Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda, احْضُرُوا الذِّكْرَ وَادْنُوا مِنَ الإِمَامِ فَإِنَّ الرَّجُلَ لاَ يَزَالُ يَتَبَاعَدُ حَتَّى يُؤَخَّرَ فِى الْجَنَّةِ وَإِنْ دَخَلَهَا “Hadirilah khutbah dan mendekatlah kepada imam, karena sesungguhnya ada orang yang senantiasa menjauh sampai ia diakhirkan di surga meski ia memasukinya.” [HR. Abu Daud dari Samuroh bin Jundub radhiyallahu’anhu, Ash-Shahihah: 365] #Beberapa_Pelajaran: 1) Celaan terhadap orang-orang yang tidak bersegera untuk menghadiri khutbah dan sholat Jum’at. Abu Ath-Thayyib rahimahullah berkata, وَفِيهِ تَوْهِين أَمْر الْمُتَأَخِّرِينَ وَتَسْفِيه رَأْيهمْ حَيْثُ وَضَعُوا أَنْفُسهمْ مِنْ أَعَالِي الْأُمُور إِلَى أَسَافِلهَا “Dalam hadits ini terdapat perendahan terhadap perbuatan orang-orang yang suka terlambat dan celaan terhadap kebodohan mereka karena telah menurunkan diri-diri mereka sendiri dari amalan yang tinggi kepada yang amalan yang rendah.” [‘Aunul Ma’bud, 3/457] 2) Melambatkan diri dalam menghadiri khutbah dan sholat Jum’at adalah sebab diakhirkannya seseorang untuk masuk surga, bisa juga bermakna derajatnya di surga diturunkan. 3) Perintah bersegera menghadiri khutbah sebelum khatib naik mimbar. 4) Pentingnya mendengarkan khutbah, menyimak dan memahaminya dengan baik (apabila khutbahnya berdasarkan dalil Al-Qur’an dan As-Sunnah yang sesuai dengan pemahaman Salaf), jangan tidur dan jangan berbuat sia-sia. Inilah maksud perintah mendekati imam. 5) Keutamaan sholat Jum’at di shaf pertama. Ini juga maksud perintah mendekati imam. ✏Al-Ustadz Sofyan Chalid Ruray hafizhahullah Semoga bermanfaat. Mohon ta’awun menyebarkan dakwah tauhid dan sunnah ini. Semoga menjadi sebab hidayah dan pemberat timbangan kebaikan kita di Hari Kiamat, insya Allah ta’ala. Jazaakumullaahu khayron wa baaroka fiykum.