Benarkan ketika suami memandang istri dan istri memandang suami maka Allah akan melimpahkan rahmat untuk mereka berdua. Dan ketika mereka berpegangan tangan maka dosa-dosanya berguguran?
Terdapat hadis yang menyatakan,
إن الرجل إذا نظر إلى امرأته ونظرت إليه نظر الله إليهما نظرة رحمة فإذا أخذ بكفها تساقطت ذنوبهما من خلال أصابعهما
Apabila seorang suami memandang istrinya dan istrinya memandang suaminya maka Allah akan memandang keduanya dengan pandangan rahmat (kasih sayang). Dan jika suami memegang tangan istrinya maka dosa keduanya akan berguguran dari celah jari-jarinya.
Dalam silsilah ad-Dhaifah dinyatakan,
وهذا موضوع ؛ آفته التيمي هذا ؛ كان يضع الأحاديث وله أباطيل وبلايا تقدم بعضها والحسين بن معاذ قريب منه ؛ قال الخطيب :
“ليس بثقة ، حديثه موضوع” .
Hadis ini palsu. Cacatnya adalah Ismail bin Yahya at-Tamimi. Dia suka memalsukan banyak hadis, dan suka menyebarkan kebatilan dan keanehan. Sementara Husain bin Muadz, tidak jauh darinya. Kata al-Khatib tentang Husain bin Muadz: “Bukan perawi terpercaya, hadisnya palsu.” (Silsilah al-Ahadits ad-Dhaifah, 7/275)
Kesimpulannnya, hadis ini adalah hadis yang palsu, sehingga tidak boleh kita dinyatakan sebagai sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Sementara masalah pahala dan dosa tidak ada yang tahu kecuali Allah, maka janji penghapusan dosa dalam hadis di atas, tidak bisa kita pastikan kebenarannya.
Motivasi Kerukunan dalam Rumah Tangga
Islam sangat memotivasi untuk membangun kerukunan dalam rumah tangga. Di sana terdapat banyak dalil dari al-Quran maupun sunah, yang mengajak masyarakat untuk membangun kerukunan dalam rumah tangga mereka. Sehingga semua sikap baik yang diberikan oleh suami kepada istrinya, dan layanan yang dilakukan istri kepada suaminya, akan bernilai pahala, jika diniatkan dalam rangka mengamalkan perintah Allah. Sehingga kita tidak butuh hadis dhaif, apalagi palsu untuk membangun motivasi itu.
Dalam al-Quran, Allah mengajarkan kepada suami untuk bersikap sebaik munkin terhadap istrinya.
وَعَاشِرُوهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ فَإِنْ كَرِهْتُمُوهُنَّ فَعَسَى أَنْ تَكْرَهُوا شَيْئًا وَيَجْعَلَ اللَّهُ فِيهِ خَيْرًا كَثِيرًا
Pergaulilah mereka (istrimu) dengan cara sepatutnya. Kemudian bila kamu tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak. (QS. an-Nisa: 19).
Dengan semagat yang sama, islam juga memotivasi istri untuk taat kepada suami. Menjaga kehormatan dan semua rahasia rumah tangga suaminya.
فَالصَّالِحَاتُ قَانِتَاتٌ حَافِظَاتٌ لِلْغَيْبِ بِمَا حَفِظَ اللَّهُ
Sebab itu, wanita yang saleh, ialah yang taat kepada Allah lagi menjaga diri ketika suaminya tidak ada, sesuai yang Allah perintahkan untuk mereka jaga. (QS. an-Nisa’: 34)
Demikian pula, mereka dimotivasi untuk menciptakan suasana saling mencintai. Seperti yang dilakukan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada para istrinya.
Aisyah radhiyallahu ‘anha bercerita,
قَلَّ يَوْمٌ – إِلاَّ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يَدْخُلُ عَلَى نِسَائِهِ فَيَدْنُو مِنْ كُلِّ امْرَأَةٍ مِنْهُنَّ فِى مَجْلِسِهِ فَيُقَبِّلُ وَيَمَسُّ مِنْ غَيْرِ مَسِيسٍ وَلاَ مُبَاشَرَةٍ. قَالَتْ ثُمَّ يَبِيتُ عِنْدَ الَّتِى هُوَ يَوْمُهَا
“Jarang Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak melakukan rutinitas menemui istri-istrinya, lalu mendekat ke mereka, mencium mereka, membelai mereka tanpa hubungan badan dan bercumbu. Kemudian beliau tidur di rumah istri yang menjadi gilirannya. (HR. Daruquthni 3781).
Dengan hanya mencukupkan diri pada yang halal, semoga bisa meredam nafsu sehingga tidak menginginkan yang haram.