Sabtu, 11 Desember 2021

Bolehkah Doa dengan Bahasa Sendiri dalam Shalat?



Berdoa bisa jadi dilakukan di luar shalat, bisa pula di dalam shalat misal saat sujud atau akhir shalat menjelang salam. Untuk doa di dalam shalat, sah-sah saja dilakukan. Bisa pula doa tersebut dengan bahasa sendiri. Namun baiknya di dalam shalat dengan bahasa Arab.


Para ulama berbeda pendapat mengenai doa dengan bahasa sendiri di dalam shalat. Pendapat yang lebih tepat adalah yang dipilih dalam madzhab mayoritas ulama selain Abu Hanifah bahwa doa selain dari Al Quran masih boleh dibaca.


Ibnu Hajar Al Asqolani berkata, “Boleh saja berdoa di dalam shalat dengan doa yang tidak terdapat dalam Al Quran. Hal ini berbeda dengan pendapat ulama Hanafiyah.” (Fathul Bari, 2: 230).


Di antara dalil yang jadi pegangan adalah sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang masih bolehnya membaca doa lainnya setelah tasyahud,


ثُمَّ يَتَخَيَّرُ مِنَ الدُّعَاءِ أَعْجَبَهُ إِلَيْهِ فَيَدْعُو


“Kemudian pilihlah doa pada Allah yang disukai, berdoalah.” (HR. Bukhari no. 835 dan Muslim no. 402).


Dalam riwayat Muslim disebutkan,


ثُمَّ يَتَخَيَّرُ مِنَ الْمَسْأَلَةِ مَا شَاءَ


“Kemudian ia memilih memanjatkan doa masalah sesuai yang ia mau.” (HR. Muslim no. 402).


Dalam hadits Abu Hurairah disebutkan, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,


إِذَا تَشَهَّدَ أَحَدُكُمْ فَلْيَتَعَوَّذْ بِاللَّهِ مِنْ أَرْبَعٍ مِنْ عَذَابِ جَهَنَّمَ وَعَذَابِ الْقَبْرِ وَفِتْنَةِ الْمَحْيَا وَالْمَمَاتِ وَمِنْ شَرِّ الْمَسِيحِ الدَّجَّالِ ثُمَّ يَدْعُو لِنَفْسِهِ بِمَا بَدَا لَهُ


“Jika salah seorang di antara kalian melakukan tasyahud, maka mintalah perlindungan pada Allah dari empat hal yaitu dari siksa Jahannam, siksa kubur, fitnah hidup dan mati, serta dari kejelekan Al Masih Ad Dajjal. Lalu berdoalah untuk dirinya yang ia suka.” (HR. Muslim no. 588 dan An Nasai no. 1311)


Dengan demikian, sah-sah saja berdoa dengan doa buatan sendiri. Namun berdoa di dalam shalat dengan redaksi buatan sendiri hendaknya dalam bahasa Arab, bukan dengan bahasa lainnya untuk menjaga kesakralan shalat dan inilah yang dicontohkan. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pun bersabda,


إِنَّ صَلَاتَنَا هَذِهِ لَا يَصْلُحُ فِيهَا شَيْءٌ مِنْ كَلَامِ النَّاسِ إِنَّمَا هُوَ التَّسْبِيحُ وَالتَّكْبِيرُ وَتِلَاوَةُ الْقُرْآنِ


“Sesungguhnya shalat kita tidak boleh di dalamnya ada perkataan manusia. Yang ada dalam shalat hanyalah ucapan tasbih, takbir dan bacaan Al Qur’an.” (HR. Muslim no. 537 dan An Nasai no. 1219). Sehingga kata Ibnu Qudamah, yang dimaksud hadits yang disebutkan sebelumnya adalah, “Pilihlah doa dalam shalat dengan doa yang telah ma’tsur (yang memiliki riwayat) atau semisalnya.” (Lihat bahasan dalam Al Mughni, 2: 237, terbitan Dar ‘Alamil Kutub). Jadi lebih hati-hati adalah berdoa denga doa yang sudah disebutkan dalam Al Quran dan Hadits, itu lebih selamat.

3 Perkara Ini Dilarang Nabi dalam Shalat



Dalam hadits riwayat Baihaqi dan Muslim disebutkan bahwa Nabi SAW dalam shalat menundukkan kepalanya dan pandangannya tertuju ke tanah. Rasulullah melarang mengangkat pandangannya ke langit sebagaimana tercantum dalam hadits riwayat Bukhari dan Abu Daud.


Larangan itu dipertegas dengan sabdanya, ”Hendaknya orang-orang menghentikan mengarahkan pandangannnya ke langit pada waktu shalat atau tidak dapat kembali lagi kepada mereka (dalam riwayat lain disebutkan : atau mata-mata mereka tercolok),” (HR Bukhari, Muslim & Siraj).


Dalam hadits lain disebutkan, ”Apabila kalian melakukan shalat maka hendaknya janganlah menolah-noleh karena Allah akan menghadapkan wajahNya kepada wajah hambanya ketika shalat selama ia tidak menolah-noleh,” (HR Tirmidzi dan Hakim).


Dalam hadits yang diriwayatkan Ahmad dan Abu Ya’la disebutkan bahwa Rasulullah SAW melarang tiga perkara dalam shalat. Yaitu shalat dengan cepat seperti ayam yang mematuk, duduk di atas tumit seperti duduknya anjing, dan menolah-noleh seperti musang. Beliau SAW juga bersabda, ”Shalatlah seperti halnya shalat orang yang akan meninggal, yaitu seakan-akan engkau melihat Allah. Jika engkau tidak melihatNya maka sesungguhnya Dia melihatmu,” (HR Thabrani, Ibnu Majah & Ahmad).


Beliau telah shalat dengan baju yang terbuat dari wol yang bergambar, lalu Rasulullah SAW melihat sepintas gambar-gambar itu. Usai shalat Beliau SAW bersabda, ”Bawalah bajuku ini kepada Abu Jahm dan bawalah kepadaku kain yang kasar Abu Jahm. Karena bajuku ini telah mengalihkan perhatian shalatku tadi. (dalam riwayat lain dikatakan : Sesungguhnnya aku telah melihat gambarnya saat shalat dan hampir saja aku tergoda),” (HR Bukhari, Muslim & Malik).

Bolehkah Perempuan Hanya Mengusap Kerudung Ketika Berwudhu



Allah swt berfirman yang artinya: “Dan usaplah kepalamu,” (QS Al-Maidah: 6).


Ketika berwudhu, ada satu rukun yang mengharuskan kita untuk mengusap bagian kepala dengan tangan yang basah.


Maksud dari mengusap kepala ini adalah membasahi tangan dengan air kemudian mengusapkannya ke kepala hingga rambut menjadi basah. Ada beberapa pendapat ulama mengenai mengusap bagian kepala ini, ada yang berpendapat bahwa maksudnya adalah mengusap sebagian kepala, ada juga yang berpendapat maksudnya adalah mengusap keseluruhan kepala.


Al-Hanafiyah berpendapat bahwa yang harus diusap tidaklah keseluruhan kepala, melainkan hanya sebagian dari kepala mulai dari ubun-ubun hingga atas telinga.


Sementara itu, Al-Malikiyah dan Al-Hanabilah berpendapat bahwa yang wajib diusap di bagian kepala adalah seluruh bagian kepala dari depan sampai belakang. Bahkan, Al-Hanabilah juga mewajibkan untuk membasuh telinga di bagian belakang dan depannya, karena mereka beranggapan bahwa telinga juga merupakan bagian dari kepala.


Sedangkan Asy-syafi’iyah berpendapat bahwa yang wajib diusap dengan air pada saat berwudhu adalah sebagian dari kepala, meski yang basah hanya satu rambut saja.


Berdasarkan beberapa pendapat tersebut, Ibnu Hajar Al Asqalani dalam kitabnya yang berjudul “Fathul Bari” mengatakan bahwa tidak diperbolehkan oleh para ulama jumhur untuk berwudhu hanya dengan mengusap kerudung tanpa disertai mengusap bagian rambut.


Namun demikian, ada juga beberapa ulama yang membolehkan berwudhu dengan mengusap kerudung. Di antaranya adalah Ibnu Mundzir dalam Al-Mughni (1/132) yang mengatakan, “Adapun kain penutup kepala wanita (kerudung) maka boleh mengusapnya karena Ummu Salamah sering mengusap kerudungnya.”


Pendapat ini juga dikuatkan dengan hadits Al Mughirah bin Syu’bah bahwa Rasulullah Saw. Ketika berwudhu mengusap ubun-ubun dan imamahnya (sorban yang melingkari kepala). (HR. Muslim)


Namun, beberapa ulama membantah pendapat ini dengan menyebutkan bahwa dalam hadits dikatakan bahwa Rasulullah Saw mengusap sebagian kepala lalu mengusap sorbannya. Yang artinya, Rasulullah tak hanya mengusap sorbannya saja ketika berwudhu, tapi juga kepalanya.


Syaikhul Islam IbnuTaimiyyah mengatakan, “Adapun jika tidak ada kebutuhan akan hal tersebut (berwudhu dengan tetap memakai kerudung) maka terdapat perbedaan pendapat di antara para ulama (yaitu boleh berwudhu dengan tetap memakai kerudung ataukah harus melepas kerudung).”(Majmu’ Fatawa Ibni Taimiyah (21/218)


Bagi kita masyarakat Muslim Indonesia yang bermahdzab Syafi’i, sebaiknya kita mengikuti Asy-syafi’iyah, bahwa yang kita lakukan saat berwudhu adalah mengusap sebagian dari kepala, meski hanya satu rambut saja.


Jadi, ketika kita berwudhu di tempat yang terbuka dan memungkinkan terlihat oleh orang yang bukan muhrim, kita tidak perlu membuka kerudung, cukup memasukkan tiga jari yang sudah dibasahi air ke dalam kerudung bagian atas, sehingga sedikit dari rambut kita bisa terbasahi oleh air wudhu. Wallahu ‘alaam bisshawab.

Cara Mendoakan Orang Tua yang Sudah Tiada



Cara Mendoakan Orang Tua yang Sudah Tiada


Soal:


Assalamu ‘Alaikum . . . Ustadz,, bagaimanakah cara kita mendoakan orang tua kita yang sudah meninggal yang sesuai syariah? Juga tata cara kita bila berdoa ke makam (kuburan)..


Jawab: 


Wa’alaikumus Salam Warahmatullah,, Akhi yang mulia. Kita memuji Allah dan bersholawat dan salam atas Rasulillah dan keluarganya.


Memintakan ampunan dan doa kebaikan untuk orang tua termasuk hak orang tua atas anak-anaknya. Termasuk bentuk birrul walidain dan berbuat baik kepada keduanya yang memiliki pahala sangat besar di sisi Allah Ta’ala.


Mendoakan orang tua kita yang sudah tiada dengan memintakan ampunan dan rahmat untuknya. Redaksi yang bisa kita pilih dari Al-Qur'an antara lain,


رَبَّنَا اغْفِرْ لِي وَلِوَالِدَيَّ وَلِلْمُؤْمِنِينَ يَوْمَ يَقُومُ الْحِسَابُ


“Ya Tuhan kami, beri ampunlah aku dan kedua ibu bapakku dan sekalian orang-orang mukmin pada hari terjadinya hisab (hari kiamat).” (QS. Ibrahim: 41)


Bisa juga dengan doa yang sudah sangat masyhur,


رَبِّ اغْفِرْ لِيْ وَلِوَالِدَيَّ وَارْحَمْهُمَا كَمَا رَبَّيَانِي صَغِيْراً


“Ya Allah ampunilah aku dan kedua orang tuaku dan rahmati keduanya sebagaimana mereka telah mengasuhku sejak kecil.”


Sebagaimana doa Nabi Nuh ‘alaihis salam,


رَبِّ اغْفِرْ لِي وَلِوَالِدَيَّ 


“Ya Tuhanku! Ampunilah aku, ibu bapakku, orang yang masuk ke rumahku. . . ” (QS. Nuuh: 28)


Juga perintah untuk memintakan rahmat bagi orang tua,


وَقُلْ رَبِّ ارْحَمْهُمَا كَمَا رَبَّيَانِي صَغِيرًا


“Dan ucapkanlah: Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil.” (QS. Al-Isra’: 24)


Doa-doa ini bisa dibaca dalam shalat atau di luar shalat. Bisa dibaca saat berada di tempat atau waktu mustajab.


Ketika di luar shalat disempurnakan dengan adab-adab lainnya; salah satunya dengan mengangkat tangan.


Doa Saat Ziarah


Apabila Anda berziarah kubur, saat memasuki area kuburan berdoa dengan doa yang diajarkan Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam,


اَلسَّلَامُ عَلَيْكُمْ أهْلَ الدِّيَارِ، مِنَ الـمُؤْمِنِينَ، والـمُسْلِمِينَ، وَإنَّا إنْ شَاءَ اللَّهُ بِكُمْ لاحِقُونَ، - وَيَرْحَمُ اللَّهُ الـمُستَقْدِمينَ مِنَّا والـمُستأخِرينَ - أَسألُ اللَّهَ لنَا وَلَكُمُ العَافِيَةَ


“Salam kesejahteraan atas kalian wahai penghuni kubur dari kalangan kaum mukminin dan muslimin. Dan insya Allah kami akan menyusul kalian.Semoga Allah merahmati orang-orang yang mendahului kami dan orang-orang yang datang kemudian. Saya meminta ‘afiyah kepada Allah untuk kami dan kalian.” (HR. Muslim, Ibnu Majah, dan selainnya)


Memintakan ‘afiyah untuk orang yang sudah wafat adalah agar Allah menyelamatkannya dari adzab dan meringankan hisab. Juga meminta agar Allah memberikan nikmat kubur.


Dianjurkan bagi peziarah agar banyak berdoa untuk penghuni kubur yang diziarahinya dan seluruh mayit dari kalangan kaum muslimin. Di antara doa terbaik adalah memintakan ampunan dan rahmat untuk mayit. Boleh ditambahkan doa-doa kebaikan untuk mayit seperti dilapangkan kuburnya, disinari kuburnya, dan kelak dimasukkan ke dalam surga. Wallahu A’lam.