Rabu, 22 Desember 2021

Haruskah Bertanya Masa Silam Calon Suami atau Istri?

 


Islam menganjurkan agar masing-masing individu merahasiakan setiap dosa dan kesalahan yang dia lakukan. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,


مَنْ أَصَابَ مِنْ هَذِهِ الْقَاذُورَاتِ شَيْئًا فَلْيَسْتَتِرْ بِسِتْرِ اللَّهِ


“Siapa yang tertimpa musibah maksiat dengan melakukan perbuatan semacam ini (perbuatan zina), hendaknya dia menyembunyikannya, dengan kerahasiaan yang Allah berikan.” (HR. Malik dalam Al-Muwatha’, no. 1508).


Bahkan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang keras, menceritakan perbuatan maksiat yang pernah dia lakukan dalam kondisi sendirian. Menceritakan maksiat bisa menjadi sebab, Allah tidak memaafkan kesalahannya.


Dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,


كُلُّ أُمَّتِى مُعَافًى إِلاَّ الْمُجَاهِرِينَ ، وَإِنَّ مِنَ الإِجْهَارِ أَنْ يَعْمَلَ الرَّجُلُ بِاللَّيْلِ عَمَلاً ، ثُمَّ يُصْبِحَ وَقَدْ سَتَرَهُ اللَّهُ ، فَيَقُولَ يَا فُلاَنُ عَمِلْتُ الْبَارِحَةَ كَذَا وَكَذَا ، وَقَدْ بَاتَ يَسْتُرُهُ رَبُّهُ وَيُصْبِحُ يَكْشِفُ سِتْرَ اللَّهِ عَنْهُ


Semua umatku akan diampuni, kecuali orang yang terang-terangan melakukan maksiat. Termasuk bentuk terang-terangan maksiat, seseorang melakukan maksiat di malam hari, Allah tutupi sehingga tidak ada yang tahu, namun di pagi hari dia bercerita,


‘Hai Fulan, tadi malam saya melakukan perbuatan maksiat seperti ini..’


Malam hari Allah tutupi kemaksiatanya, pagi harinya dia singkap tabir Allah yang menutupi maksiatnya. (HR. Bukhari 6069 & Muslim 7676)


Karena itulah, islam menganjurkan agar setiap muslim berusaha menutupi dan merahasiakan aib saudarannya. Dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,


وَمَنْ سَتَرَ مُسْلِمًا سَتَرَهُ اللَّهُ فِى الدُّنْيَا وَالآخِرَةِ


Siapa yang menutupi aib seorang muslim, Allah akan menutupi aibnya di dunia dan akhirat. (HR. Bukhari 2442, Muslim 7028, dan yang lainnya).


Islam juga memberikan ancaman keras, bagi orang yang suka mencari-cari aib orang lain. Dari Ibnu Umar Radhiyallahu ‘anhuma, beliau menceritakan bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah naik mimbar dan bersabda,


مَنْ تَتَبَّعَ عَوْرَةَ أَخِيهِ الْمُسْلِمِ تَتَبَّعَ اللَّهُ عَوْرَتَهُ وَمَنْ تَتَبَّعَ اللَّهُ عَوْرَتَهُ يَفْضَحْهُ وَلَوْ فِى جَوْفِ رَحْلِهِ


Siapa yang mencari-cari aib saudaranya sesama muslim, Allah akan mencari-cari aibnya. Dan siapa yang Allah cari aibnya, akan Allah permalukan meskipun dia berada di dalam rumahnya. (HR. Turmudzi 2164 dan dinilai hasan shahih oleh al-Albani).


Islam tidak pernah mengajarkan tradisi buka-bukaan. Islam juga tidak menganjurkan agar calon pasangan suami istri untuk saling menceritakan masa lalunya. Yang akan menghisab amal istri bukan suami, demikian pula istri tidak bisa menghisab amal yang pernah dikerjakan suaminya.


Tidak Manfaat!


Apa manfaatnya masing-masing harus menceritakan dengan jujur masa silamnya setelah menikah?


Jika suami tidak terima dengan perbuatan buruk yang pernah dilakukan istrinya di masa silam, akankah suami akan memberikan pahala bagi amal baik istrinya di masa silam?. Jika orang mau adil, seharusnya ini seimbang.


Sebaliknya, jika istri tidak terima dengan perbuatan buruk yang pernah dilakukan suaminya, akankah dia akan memberikan pahala untuk amal soleh yang dilakuka suaminya?


Masa silam sudah berlalu. Baik suami istri jujur maupun bungkam tidak menceritakan, kejadian itu takkan bisa dihapus. Justru cerita yang anda dengar, akan menyayat hati anda sebagai pasangannya.


Masa Silam, Pertimbangan Sebelum Menikah


Benar, masa silam bisa dijadikan pertimbangan sebelum para calon ini naik ke pelaminan. Dengan ini, masing-masing bisa menentukan langkah, lanjutkan atau lupakan.


Pertama, Jika calon suami bersedia menerima calon istri dengan semua latar belakangnya, dan masing-masing menunjukkan perubahan untuk menjadi baik, bisa dilanjutkan ke jenjang pernikahan. Tugas dia selanjutnya, lupakan masa silam masing-masing, dan jangan lagi diungkit.


Kedua, Jika calon suami masih keberatan menerima latar belakang calon istrinya, atau selalu dibayang-bayangi kesedihan, atau kepercayaan kepada calon istri belum bisa tertanam, sangat disarankan agar tidak dilanjutkan, dari pada kebahagiaan keluarga harus tersandra dengan kecurigaan.


Allahu a’lam.

6 Tanda Shalat Kita Diterima Allah Ta'ala, Nomor 6 Jarang Yang Menyadari



SHOLAT lima waktu menjadi salah satu perintah wajib Allah Subhanahu wa ta'ala bagi seluruh Muslim. Sholat juga menjadi ibadah utama bagi, para pemeluk agama Islam untuk terhubung dengan Allah Azza wa Jalla.


Dalam ajaran agama Islam, sholat merupakan tiang agama, sekaligus dapat menjadi benteng untuk menjaga diri dari perbuatan keji dan munkar. Lantas, bagaimana tanda-tanda Allah Subhanahu wa ta'ala menerima sholatmu?


Memang setiap amalan, termasuk ibadah sholat, menjadi urusan setiap Muslim dengan Allah Subhanahu wa ta'ala. Namun, ada tanda-tanda ketika Allah Ta'ala menerima sholat yang telah dilakukan hamba-Nya.


Apa saja? Berikut 6 tanda Allah Subhanahu wa ta'ala menerima sholatmu, seperti dirangkum dari kanal YouTube Belajar Islam, Selasa (14/12/2021).


1. Tawadhu


Sholat yang diterima adalah sholat yang khusyuk, penuh menjiwai, mempunyai rasa takut kepada Allah Subhanahu wa ta'ala, dan merendahkan diri di hadapan-Nya.


Orang yang sholatnya khusyuk memiliki sikap selalu tawadhu. Alhasil, orang-orang yang sholatnya diterima oleh Allah Subhanahu wa ta'ala adalah orang-orang yang rendah diri terhadap sesama, tidak sombong dan selalu mengagungkan kebesaran-Nya.


2. Tidak sombong kepada makhluk Allah Ta'ala


Sikap tawadhu dalam sholat melahirkan jiwa yang rendah hati, sehingga dalam pergaulannya dia tidak sombong kepada sesama manusia. Kekuasaan, kekayaan, dan ilmu pengetahuan tidak membuatnya tinggi diri.


Hal ini juga tertuang dalam sebuah hadis qudsi yang berbunyi: "Sesungguhnya Aku (Allah) hanya akan menerima sholat dari hamba yang dengan sholatnya itu dia merendahkan diri di hadapan-Ku. Dia tidak sombong kepada makhluk-Ku yang lain. Dia tidak mengulangi maksiat kepada-Ku. Dia menyayangi orang-orang miskin dan orang-orang yang menderita. Aku akan muliakan salat hamba itu dengan kebesaran-Ku. Aku akan menyuruh malaikat untuk menjaganya. Dan kalau dia berdoa kepada-Ku, Aku akan memperkenankannya.


3. Tidak mengulang maksiat


Seperti disebutkan dalam hadis sebelumnya bahwa Allah Subhanahu wa ta'ala menerima sholat orang-orang yang tidak mengulangi maksiat. Sebab, barang siapa sholatnya tidak membuatnya menjauhi kekejian dan kemunkaran, maka ibadahnya itu akan membuatnya tambah jauh dari Allah Ta'ala.


4. Mampu mengontrol hawa nafsu


Orang-orang yang sholatnya diterima Allah Subhanahu wa ta'ala biasanya mampu dalam mengendalikan hawa nafsu. Sebab dalam sebuah hadis juga dituliskan bahwa barang siapa yang sholatnya tidak mencegah dari kejelekan dan kemunkaran, maka sholatnya hanya akan menjauhkan dirinya dari Allah Subhanahu wa ta'ala.


5. Selalu berzikir dan mengingat Allah Ta'ala


Orang-orang yang sholatnya diterima Allah Subhanahu wa ta'ala akan selalu mengingat-Nya kapan pun. Oleh karena itu, dia akan selalu berzikir. Tidak hanya saat selesai sholat, tetapi juga di siang hari, malam hari, bahkan ketika urusan dunianya sangat sibuk, lidahnya tidak akan kering dari menyebut nama Allah Ta'ala.


6. Menyayangi orang miskin


Tanda atau ciri lainnya adalah, selain sholat, mereka juga mencintai sesama mahkluk Allah Subhanahu wa ta'ala. Mereka tidak hanya menjaga hubungannya dengan Allah Ta'ala, tetapi juga dengan sesama manusia, terutama orang-orang miskin.


Mereka memikirkan penderitaan sesama dan rela menyisihkan waktu dan rezekinya untuk membahagiakan orang lain, termasuk orang-orang tidak mampu.


Wallahu a'lam bishawab


Orang Yang Tidak Berpegang Pada Sunnah Itu Kafir?



Semoga Allah melimpahkan kebaikan kepadamu wahai Syaikh. Berilah pemahaman kepada kami wahai Syaikh, apakah orang yang tidak berada di atas sunnah Nabi itu bukan Muslim? Apakah ini juga bisa diterapkan pada setiap penyelisihan terhadap sunnah dan tiap masalah?


Syaikh Shalih bin Fauzan Al Fauzan hafizhahullah menjawab:


Aku tidak pernah mengatakan demikian. Aku tidak pernah mengatakan bahwa setiap yang menyelisihi sunnah itu bukan Muslim. Yang aku katakan, penyelisihan terhadap sunnah itu bermacam-macam, dan kekafiran itu pun bermacam-macam. Diantaranya jika seseorang menyelisihi suatu hal dalam aqidah yang benar, semisal ia berbuat syirik terhadap Allah atau berdoa kepada selain Allah atau menolak nama-nama dan sifat-sifat Allah, ini bukanlah seorang Muslim. Adapun jika ia menyelisihi sunnah dalam perkara-perkara yang hukumnya mustahab (dianjurkan) atau hukumnya wajib, berarti ia menyimpang, namun tidak kafir. Penyimpangannya itu sesuai kadar bid’ah yang ia lakukan dan ia mendapatkan ancaman dosa karenanya.


Hal ini tidak disikapi secara mutlak, melainkan ada rinciannya. Na’am. Oleh karena itulah seorang muslim hendaknya giat menuntut ilmu. Karena terkadang seseorang berdalil dengan nash secara zhahirnya lalu mengkafirkan orang lain. Namun ia tidak rujuk kepada ulama, serta tidak merujuk pada dalil-dalil lain yang menjelaskan nash tersebut. Ia akhirnya mengkafirkan orang lain karena tidak paham dan tidak mengerti.