Harakah.id – Salah satu kebiasaan yang muncul belakangan adalah menuduh bid’ah amalan yang sudah populer di masyarakat. Contohnya, mengusap wajah setelah berdoa. Inilah hukum mengusap wajah setelah berdoa. Yang nuduh bid’ah, tolong suruh baca ini.
Ada sebagian pihak yang mempermasalahkan amaliah mengusap wajah setelah bedoa. Menurut mereka, amalan ini tidak ada dalilnya (bid’ah) atau ada dalilnya tapi lemah. Bahkan sebagian mereka (oknum) sampai pada tingkat menjadikan masalah ini seolah sebagai perkara ushul (pokok) agama atau masalah yang mujma’ alaihi (disepakati ulama), lalu dijadikan pembeda antara ahlus sunah dan ahli bidah – versi mereka -. Siapa yang mengusap wajah setelah berdoa, berarti dia ahli bidah. Dan siapa yang tidak mengusap wajahnya, maka dia ahlu sunah. Menurut hemat kami, perilaku seperti ini tidak tepat, bahkan melampaui batas.
Telah diriwayatkan dari As-Saib bin Yazid dari bapaknya radhiallahu ‘anhu, beliau berkata :
أَنَّ النَبِيَّ صلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ إِذاَ دَعَا فرَفَعَ يَدَيْهِ مَسَحَ وَجْهَه بيَدَيْهِ
“Sesungguhnya nabi-shollallahu ‘alaihi wa sallam- apabila berdo’a, beliau mengangkat kedua tangannya dan mengusap wajahnya dengan kedua (telapak) tangannya.” (HR. Abu Dawud : 1492 dan selainnya)
Hadits di atas di dalam sanadnya terdapat kelemahan karena ada dua orang rawi, yaitu : Hafsh bin Hasyim bin ‘Utbah : majhul dan Ibnu Lahi’ah : lemah. Tapi tunggu dulu. Hadis ini lemah baru dari jalan ini. Hadis ini masih memiliki jalan-jalan periwayatan yang lain.
Diriwayatkan dari sahabat Ibnu Abbas radhiallahu ‘ahu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
لا تسْتُروا الجُدُرَ، مَنْ نَظَرَ في كتاب أخيه بغير إذنه فإنما يَنْظُرُ في النار، سَلُوا الله ببُطُونِ أكُفِّكُم، ولا تسألوه بظُهُورِها، فإذا فرغتُم فامْسَحُوا بها وجوهَكُم
“Janganlah kalian menutupi tembok-tembok dengan kain kalian, barang siapa yang melihat tulisan saudaranya tanpa seizinnya maka sesungguhnya ia telah melihat kepada Neraka, mintalah kepada Allah dengan menengadahkan telapak tanganmu dan jangan meminta dengan belakang telapak tangan dan apabila kalian telah selesai maka usaplah muka kalian dengan keduanya.”(HR. Abu Dawud : 1485)
Sanad hadis ini juga lemah karena rawi dari Muhammad bin Ka’ab Al-Qurthubi disebutkan secara mubham (tidak disebutkan namanya). Oleh karena itu, imam Abu Dawud melemahkan riwayat ini dalam sunannya (2/78).
Diriwayatkan dari Umar bin Khatab radhiallahu ‘anhu beliau berkata :
كَانَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا رَفَعَ يَدَيْهِ فِي الدُّعَاءِ، لَمْ يَحُطَّهُمَا حَتَّى يَمْسَحَ بِهِمَا وَجْهَهُ
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam apabila mengangkat kedua tangannya dalam sebuah doa maka beliau tidak menurunkan keduanya hingga mengusap mukanya dengan keduanya.”( HR. At-Tirmidzi : 3386).
Jalur periwayatan hadits di atas lemah. Karena ada seorang rawi bernama Hammad bin Isa Al-Juhani seorang yang dhaif (lemah) dan dia telah tafarrud (bersendiri) dalam meriwayatkannya.(simak Sunan At-Tirmidzi : (5/463).
Hadis-hadis di atas secara bersendiri sanad periwayatannya lemah. Akan tetapi jika dikumpulkan, maka sebagian jalan periwayatan akan menguatkan sebagian yang lain karena kelemahannya ringan. Sehingga dari keseluruhannya akan naik kepada derajat hasan lii ghairihi. Oleh karena itu, hadis ini telah dihasankan oleh sekelompok para ulama ahli hadis. Di antara mereka, adalah Al-Hafiz Ibnu Hajar Al-Asqalani rahimahullah beliau berkata :
وَلَهُ شَوَاهِدُ مِنْهَا:حَدِيثُ ابْنِ عَبَّاسٍ: عَنْد أَبِي دَاوُدَ. وَمَجْمُوعُهَا يَقْتَضِي أَنَّهُ حَدِيثٌ حَسَنٌ.
“Ia (hadits Umar bin Khathab) memiliki beberapa syawahid (penguat) diantaranya : hadits Ibnu Abbas dikeluarkan oleh Abu Dawud. Kesemuanya menunjukkan, sesungguhnya ia merupakan hadits yang hasan (baik).”(Bulughul Maram : 464)
Selain Al-Hafiz Ibnu Hajar, hadis ini juga dihasankan oleh Imam As-Suyuthi, Al-Munawi, dan selain mereka. Dan ini lebih dari cukup karena mereka imam-imam besar dalam bidang hadis dan penghulunya para ahli hadis di zamannya. Keilmuan mereka bagai gunung-gunung besar yang kokoh dan menjulang menembus pintu langit. Andai hadis ini dhaif pun (faktanya hasan), tetap bisa diamalkan karena termasuk dalam bab fadhail al-a’mal (fadhilah amalan), sebagaimana dinyatakan oleh Imam Al-Mulaa Al-Qaari (w.1014) rahimahullah dalam “Mirqaah Al-Mafaatiih” (4/1532).
Dari hadis ini dapat diambil hukum akan dianjurkannya mengusap wajah setelah selesai berdoa. Dan ini merupakan pendapat jumhur ulama (mayoritas ulama) bahkan telah disepakati oleh mazahib arba’ah (mazhab yang empat, yaitu Hanafi, Maliki, Syafi’i dan Hanbali). Dari mazhab Syafi’i, di antaranya disebutkan dalam Hasyiyah Al-Bujairimi ‘ala Syarh Al-Minhaj :
يُسَنُّ أَنْ يَمْسَحَ وَجْهَهُ بِيَدَيْهِ بَعْدَهُ
“Disunahkan seorang (yang berdoa) untuk mengusap wajahnya dengan kedua telapak tangannya setelahnya.”( Hasyiyah Al-Bujairimi ‘ala Syarh Al-Minhaj : 1/209)
Imam An-Nawawi (w. 676 H) dalam kitab “At-Tahqiq” menyatakan :
وَ يُنْدَبُ رَفْعُ الْيَدَيْنِ فِيْ كُلِّ دُعَاءٍ خَارِجَ الصَّلاَةِ ثُمَ مَسْحُ وَجْهِهِ بِهِمَا
“Dan dianjurkan untuk mengangkat kedua tangan di dalam setiap doa di luar salat kemudian (dianjurkan juga )mengusap wajahnya dengan keduanya.”(At-Tahqiq, hlm. 219)
Di dalam kitab Al-Adzkar, beliau (An-Nawawi) membuat bab dengan judul : “Bab mengangkat tangan dalam berdo’a kemudian mengusap wajah dengan keduanya.”( Al-Adzkar : 398). Adapun dalam mazhab yang lain silahkan diakses sendiri. Selain itu, sebagian pemuka dari ulama kelompok Salafi juga tidak mengingkari amaliah ini, seperti Syekh bin Baz (Fatawa Nur ‘Ala Ad-Darb : 9/165) dan syekh Ibnu Utsaimin (Majmu’ Fatawa : 14/100).
Kesimpulan : Mengusap wajah dengan kedua telapak tangan setelah selesai berdoa merupakan perkara yang disunahkan. Ini merupakan pendapat mayoritas ulama, bahkan kesepakatan empat mazhab (Hanafi, Maliki, Syafi’i, Hanbali), serta merupakan amaliah mayoritas umat Islam di seluruh penjuru dunia dari masa ke masa sampai zaman kita sekarang ini.
Semoga tulisan singkat ini bermanfaat. Mohon maaf jika ada kata-kata yang tidak berkenan. Alhamdulillah Rabbil ‘alamin wa barakallahu fiikum jami’an.