Minggu, 31 Mei 2020

Inilah Surat Pilihan yang Dibaca Rasulullah dalam Shalat

 


Inilah Surat Pilihan yang Dibaca Rasulullah dalam Shalat

Shalat lima waktu diwajibkan atas setiap muslim. Salah satu rukunnya adalah membaca surat Al Fatihah, dan salah satu sunatnya adalah membaca surat atau dalam al-qur’an selain Al Fatihah.

Jika dikalkulasikan, seorang muslim membaca surat atau ayat tersebut sebanyak sepuluh kali dalam sehari. Jika, masing-masing surat itu berbeda-beda, maka ada 10 surat yang dibaca per harinya. Namun, adakalanya seseorang hanya mengulang-ulang surat tertentu saja. Biasanya surat pendek. Jadi jatuhnya setiap sholat yang dibaca surat itu lagi itu lagi. Tidak ada variasi.

Nah, sebenarnya bagaimana sih perihal surat pilihan yang disunahkan dalam sholat ini?

Rasulullah SAW bersabda, “Shalat lah seperti kalian melihat aku shalat.” Jadi, tuntunan tentang shalat ini jelas berasal dari rasulullah SAW, maka sunahnya pun merujuk padanya.

Komite Riset Departemen Fatwa yang diketuai oleh Syeikh Abdul Wahhab Al-Turairi menjelaskan pula soal ini.

1. Shalat subuh

Diriwayatkan bahwa Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasallam membaca surat-surat yang berbeda dari Al-Quran ketika shalat Subuh. Beberapa riwayat yang shahih menjelaskan bahwa beliau membaca Surat Al-Waqi’ah, Surat At-Takwir, Surat Al-Zalzalah di kedua rakaat. Juga diriwayatkan bahwa beliau terbiasa membaca 60 ayat dari surat-surat yang panjang di dalam Quran, seperti Surat Ar-Ruum, Surat Yaasin, dan Surat As-Shaffat.

Ketika bepergian, beliau terbiasa membaca Surat Al-Falaq dan Surat An-Nisa di shalat Subuh

Di hari Jumat ketika shalat Subuh, beliau terbiasa membaca Surat As-Sajdah di rakaat pertama dan Surat Al-Insan di rakaat kedua.

Beliau juga biasa membaca Ayat 136 Surat Al-Baqarah dan Ayat 64 Surat Ali-Imran ketika shalat sunnah dua rakaat sebelum Subuh.

2. Shalat Zuhur

Ketika shalat Zuhur, Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasallam terbiasa membaca sekitar 30 ayat di dua rakaat pertama. Di lain kesempatan, beliau membaca Surat At-Tariq, Surat Al-Buruj, dan Surat Al-Lail. Beliau biasa memanjangkan bacaan di rakaat pertama daripada di rakaat kedua.

3. Shalat Ashar

Ketika shalat Ashar, Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasallam terbiasa membaca sekitar 15 ayat di dua rakaat pertama. Juga, diriwayatkan bahwa beliau terbiasa membaca beberapa surat yang beliau baca di Shalat Zuhur.

4. Shalat Maghrib

Ketika Shalat Maghrib, Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasallam membaca Surat At-Tiin, Surat Muhammad, Surat At-Tuur, Surat Al-A’raaf, dan Surat Al-Anfal di dua rakaat pertama.

5. Shalat Isya

Dan akhirnya di Shalat Isya’, beliau terbiasa membaca Surat As-Syam, Surat Al-Insyiqaq, dan Surat At-Tiin.

Diriwayatkan pula bahwa Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasallam tidak menyarankan seorang imam Shalat Isya’ untuk membaca surat-surat yang panjang. Beliau menyuruh Muadz untuk membaca surat-surat seperti Asy-Syams, Al-A’la, Al-Alaq, dan Surat Al-Lail. Kemudian beliau bersabda, “Beberapa yang shalat di belakangmu sudah berusia tua, lemah, dan ada pula yang memiliki urusan untuk dilakukan,” (HR Bukhari & Muslim).

6. Shalat Jumat

Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasallam terbiasa membaca Surat Al-Jumuah di rakaat pertama Shalat Jumat, dan Surat Al-Munafiqun di rakaat kedua. Juga diriwayatkan bahwa beliau membaca Surat Al-A’la di rakaat pertama dan Surat Al-Ghasiyah di rakaat kedua.

7. Shalat Witir

Beliau terbiasa membaca Surat Al-A’la, Al-Kafirun, dan Surat Al-Ikhlas di Shalat Witir.

Demikianlah surat-surat pilihan yang bisa jadi amalan sunah dalam shalat sesuai yang dilakukan Rasulullah SAW.


Shalat Dhuha, Haruskah Baca 2 Surat Ini?

MAKAN nasi tak akan lengkap jika tidak ada lauk pauknya. Begitu pula dalam melaksanakan ibadah, terutama shalat. Shalat lima waktu memanglah kewajiban. Dan akan lebih lengkap jika kita juga melaksanakan shalat sunnah. Sebab, kita tak pernah tahu apakah shalat wajib yang kita laksanakan itu telah sempurna atau kah tidak. Salah satu shalat sunnah yang baik untuk kita laksanakan ialah di pagi menjelang siang. Itulah shalat dhuha. Shalat yang dikenal sebagai pintu rezeki. Maka, orang-orang yang memiliki tujuan ingin dibukakan pintu rezeki, maka laksanakanlah shalat dhuha. Biasanya kebanyakan orang yang melaksanakan shalat dhuha membaca dua surat yang menurut mereka dianjurkan, yakni Asy-Syam dan Ad-Dhuha. Sebagaimana berdalih pada suatu keterangan, “Shalatlah dua rakaat dhuha dengan membaca dua surat dhuha, yaitu surat Was syamsi wadhuhaa haa dan surat Adh dhuha.” Dalam riwayat yang lain terdapat tambahan, “Barangsiapa yang mengamalkannya maka dia diampuni.” Hadis di atas diriwayatkan oleh Ar Ruyani dalam Musnad¬-nya dan Ad Dailami (2:242) dari jalur Musyaji’ bin ‘Amr. Hadis ini juga disebutkan oleh Al Hafidz Ibn Hajar dalam Fathul Bari Syarh Shahih Bukhari dan tidak dikomentari. Beliau hanya menyatakan bahwa bacaan surat tersebut ada kesesuaian bacaan dengan shalat yang dikerjakan. Namun yang benar, hadis di atas adalah hadis palsu. Sebagaimana dijelaskan oleh Syaikh Al Albani, beliau mengatakan, “Hadis ini palsu, cacatnya ada pada Musyaji’ bin Amr. Ibn Ma’in berkomentar tentang Musyaji’, “Yang saya tahu dia (musyaji’) adalah seorang pendusta,” (Silsilah Hadis Dhaif dan Palsu, hadis ke-3774). Hadis ini juga didhaifkan oleh Al Munawi dalam Faidlul Qodir dengan alasan adanya perawi yang bernama Musyaji’ bin Amr. Imam Ad Dzahabi dalam Ad Dlu’afa’ mengatakan dengan menukil perkataan Ibn Hibban, “Dia memalsukan hadis dari Ibn Lahi’ah dan dia adalah dhaif,” (Faidlul Qodir, 4:201). Dari dua penjelasan ini, dapat diambil kesimpulan dengan yakin bahwa hadis yang menganjurkan shalat dhuha dengan bacaan tertentu adalah hadis dhaif. Artinya tidak ada anjuran untuk mengkhususkan shalat dhuha dengan bacaan tertentu, baik di rakaat pertama, rakaat kedua, maupun doa setelah shalat dhuha. Islam tidak memberatkan. Kita tidak dituntut untuk melakukan hal di luar kekuasaan kita. Kita bisa membaca surat apa saja sesuai dengan kemampuan kita. Sebagaimana As Syaikh Ibn Baz Rahimahullah pernah ditanya tentang bacaan surat As-Syamsi dan Ad-Dhuha ketika shalat dhuha. Beliau menjawab, “Adapun yang sesuai sunah, engkau membaca surat yang mudah menurutmu setelah membaca Al-Fatihah. Dalam bacaan tersebut tidak ada batasan tertentu, karena yang wajib hanya Al-Fatihah sedangkan tambahannya adalah sunah. Maka jika setelah Al-Fatihah engkau membaca surat As Syamsi, Al Lail, Ad dhuha, Al Insyirah, dan surat-surat yang lainnya, ini adalah satu hal yang baik,” (Majmu’ Fatawa dan Maqalat Ibn Bazz, 11). Jika kita ingin membaca kedua surat tersebut, maka tidak ada larangan untuk itu. Bahkan, itu adalah hal yang baik. Meski hadis tersebut dhaif, tetapi tidak ada salahnya jika kita membacanya dalam shalat dhuha. Jika belum hafal surat tersebut, maka surat lain pun tidak masalah.

Sabtu, 30 Mei 2020

Pemerintah Edarkan Surat Panduan Kegiatan Agama di Rumah Ibadah


Pemerintah melalui Kementerian Agama mengeluarkan panduan penyelenggaraan kegiatan keagamaan di rumah ibadah untuk mewujudkan masyarakat yang produktif dan aman Covid-19 di masa pandemi. Menteri Agama, Fachrul Razi mengatakan, penerbitan surat edaran merupakan respon atas kerinduan umat beragama dalam melaksanakan kegiatan ibadah berjemaah/kolektif dengan tetap menaati protokol kesehatan. (Foto: Humas Kemenag) "Rumah ibadah harus menjadi contoh pencegahan Covid-19," kata Razi dalam telekonferensi pers yang disiarkan di kanal YouTube Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Sabtu (30/5/2020). Razi menjelaskan surat edaran itu mencakup peraturan kegiatan keagamaan intin dan kegiatan keagamaan sosial di rumah ibadah berdasarkan situasi riil terhadap pandemi Covid-19 di lingkungan rumah ibadah tersebut bukan hanya berdasarkan status zona yang berlaku di daerah. “Meskipun daerah berstatus Zona Kuning, namun bila di lingkungan rumah ibadah tersebut terdapat kasus penularan Covid-19, maka rumah ibadah dimaksud tidak dibenarkan menyelenggarakan ibadah berjamaah/kolektif,” tegas Razi. Razi menggarisbawahi, rumah ibadah yang dibenarkan untuk menyelenggarakan kegiatan berjamaah/kolektif adalah yang berdasarkan fakta lapangan serta angka R-Naught/RO dan angka Effective Reproduction Number/RT, berada di Kawasan/lingkungan yang aman dari Covid-19. Hal itu ditunjukkan dengan Surat Keterangan Rumah Ibadah Aman Covid dari Ketua Gugus Tugas Provinsi/Kabupaten/Kota/Kecamatan sesuai tingkatan rumah ibadah dimaksud, setelah berkoordinasi dengan Forum Komunikasi Pimpinan Daerah setempat bersama Majelis-majelis Agama dan instansi terkait di daerah masing-masing. Surat Keterangan akan dicabut bila dalam perkembangannya timbul kasus penularan di lingkungan rumah ibadah tersebut atau ditemukan ketidaktaatan terhadap protokol yang telah ditetapkan. "Sanksi pencabutan itu dilakukan agar pengurus rumah ibadah juga ikut proaktif dan bertanggungjawab dalam menegakkan disiplin penerapan protokol Covid-19," kata Razi. Untuk mendapatkan surat keterangan bahwa kawasan/lingkungan rumah ibadahnya aman dari Covid-19, kata Razi, pengurus rumah ibadah dapat mengajukan permohonan surat keterangan secara berjenjang kepada Ketua Gugus Kecamatan/Kabupaten/Kota/Provinsi sesuai tingkatan rumah ibadahnya. Adapun rumah ibadah yang berkapasitas daya tampung besar dan mayoritas jemaah atau penggunanya dari luar kawasan/lingkungannya, pengurus dapat mengajukan surat keterangan aman Covid-19 langsung kepada pimpinan daerah sesuai tingkatan rumah ibadah tersebut.

Alasan Harus Pergi Pagi untuk Cari Rejeki Karena...

Arah - Ternyata berangkat pagi-pagi untuk bekerja merupakan salah satu adab dalam mencari rezeki. Tidak hanya untuk menghindari kemacetan atau telat sampai ke kantor, lebih dari itu, ada rahasia pagi yang jarang kita ketahui. Rasulullah SAW dalam hadistnya sering menyebut tentang pagi. Beliau juga mengajarkan umatnya untuk mencari rezeki diawal hari tersebut. Lantas apa sebenarnya alasan kita harus mencari rezeki pagi-pagi? Berikut ini sabda Rasulullah dan bukti di balik anjuran itu. Ternyata, pagi hari merupakan waktu yang sangat utama dan penuh berkah. Nabi Muhammad SAW sudah mendoakan secara khusus waktu ini agar menjadi waktu yang diberkahi. Dari sahabat Shokhr Al Ghomidiy, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Ya Allah, berkahilah umatku di waktu paginya.” (HR. Abu Dawud, Ibnu Majah, Tirmidzi, An Nasa’i dan Ibnu Hibban; shahih lighairihi). Doa tersebut menyiratkan kepada umatnya agar senang melakukan aktivitas di awal waktu. Hanya mereka dengan kesungguhan untuk berhasil dan mendapatkan keberkahan lah yang sanggup bagun lebih pagi untuk melaksanakan aktivitas. Nabi SAW juga selalu memberangkatkan bala tentaranya ketika akan berperang pada waktu pagi. Hasilnya bisa dilihat bahwa umat Muslim pada zaman Rasulullah SAW selalu mendapatkan kemenangan, meski dengan jumlah lawan yang tidak sebanding. Hal ini juga dijelaskan dari sahabat Shokhr Al Ghomidiy. “Dan apabila beliau mengirim pasukan atau tentara perang, beliau memberangkatkan mereka pagi-pagi. (HR. Abu Dawud, Ibnu Majah, Tirmidzi, An Nasa’i dan Ibnu Hibban; shahih lighairihi). Jika dilihat dari fakta ilmiah, memulai pagi dengan mencari rezeki memang memiliki banyak dampak positif. Dengan bangun pagi, tubuh menjadi lebih segar karena bisa menikmati udara yang masih bersih. Saat bekerja lebih pagi maka kinerja otak seseoarang akan lebih optimal. Selain itu, menurut ahli saraf dari Rockefeller University, Ilia Karatsoreos PhD, pagi merupakan waktu yang baik untuk menjalin serta mempererat hubungan dengan orang lain. Rentang waktu antara jam 7-9 dianggap paling baik untuk meningkatkan income bagi para pebisnis, marketing atau pekerja yang harus menjalin interaksi dengan orang lain untuk memperbanyak pelanggan, customer, klien dan sebagainya. Untuk itu, baiknya kita meneladani apa yang sudah dilakukan Rasulullah SAW. Karena sebaik-baiknya teladan, adalah beliau yang merupakan manusia yang paling dicintai Allah, sang pemilik alam semesta.

Nabi Muhammad tak Bisa Tidur Karena Sebutir Kurma

Dalam kitab Fadhilah Amal yang ditulis Maulana Muhammad Zakariyya Al Khandahlawi disebutkan, suatu ketika, Nabi Muhammad tidak dapat memejamkan matanya sepanjang malam. Berkali-kali beliau mengubah posisi tidurnya sehingga istri beliau bertanya, "Mengapa engkau tidak dapat tidur, ya Rasulullah?" Nabi menjawab, "Tadi tergeletak sebutir kurma, kemudian aku memakannya karena khawatir kurma itu terbuang sia-sia. Sekarang aku cemas, mungkin kurma itu dikirim ke sini untuk disedekahkan." Syekh Maulana Muhammad Zakariyya menerangkan, kemungkinan besar kurma itu milik Nabi Muhammad. Tetapi, karena sedekah biasanya diberikan melalui Nabi Muhammad, keraguan itulah yang membuatnya tidak bisa tidur semalaman. Khawatir kurma itu harta sedekah, berarti ada harta sedekah yang termakan oleh beliau. Menurut pakar hadist dari India tersebut, hal tersebut merupakan gambaran Nabi Muhammad sebagai seorang pemimpin. Hanya karena perasaan ragu, beliau berkali-kali mengubah posisi tidurnya dan tidak bisa tidur sepanjang malam. "Lalu, bagaimanakah diri kita sebagai pengikutnya? Ada yang memakan suap, riba, hasil curian, merampok, dan perbuatan-perbuatan lain yang dilarang agama, tanpa merasa takut dan cemas, sedangkan ia mengaku sebagai umat Nabi Muhammad," kata Syekh Maulana Muhammad Zakariyya.merupakan gambaran Nabi Muhammad sebagai seorang pemimpin. Hanya karena perasaan ragu, beliau berkali-kali mengubah posisi tidurnya dan tidak bisa tidur sepanjang malam. "Lalu, bagaimanakah diri kita sebagai pengikutnya? Ada yang memakan suap, riba, hasil curian, merampok, dan perbuatan-perbuatan lain yang dilarang agama, tanpa merasa takut dan cemas, sedangkan ia mengaku sebagai umat Nabi Muhammad," kata Syekh Maulana Muhammad Zakariyya.

Jumat, 29 Mei 2020

4 Mazhab, Ini Hukum Tahlilan & Bersedekah untuk Orang yang Sudah Meninggal

SEBAGIAN umat Muslim di Indonesia mengamalkan tahlilan, yaitu kegiatan membaca serangkaian ayat Alquran dan kalimat thayyibah (tasbih, tahmid, tahlil, dan takbir), yang pahalanya dihadiahkan kepada ayah, ibu, kakek, nenek, sanak saudara atau kepada siapa saja yang diniatkan. Tahlilan tersebut biasanya dilaksanakan tiga hari atau tujuh hari berturut-turu setelah meninggalnya seorang anggota keluarga. Bagi yang mampu bisa mengamalkannya juga pada hari ke-40, ke-100, atau ke-1000-nya. Tahlilan juga sering dilaksanakan secara rutin pada malam Jumat atau malam-malam tertentu lainnya. Setelah tahlilan, biasanya pemilik hajat akan memberikan hidangan makanan untuk dimakan di tempat oleh Muslim yang ikut tahlilan, atau dibawa pulang oleh mereka. Dengan demikian, inti tahlilan adalah: Pertama, menghadiahkan pahala bacaan Alquran dan kalimat thayyibah kepada mayit. Kedua, mengkhususkan bacaan itu pada waktu-waktu tertentu, yaitu tujuh hari berturut-turut dari kematian seseorang, hari ke-40, ke-100, dan sebagainya. Ketiga, bersedekah untuk mayit, berupa pemberian makanan untuk peserta tahlilan. Lalu, bagaimanakah pendapat para ulama terkait ketiga masalah tersebut ? 1. Hukum menghadiahkan pahala bacaan Alquran dan kalimat thayyibah kepada mayit. Para ulama berbeda pendapat tentang hukum menghadiahkan pahala bacaan Alquran dan kalimat thayyibah kepada mayit. Pertama, ulama mazhab Hanafi, sebagian ulama mazhab Maliki, ulama mazhab Syafi’i, dan ulama mazhab Hanbali menegaskan, menghadiahkan pahala bacaan Alquran serta kalimat thayyibah kepada mayit hukumnya boleh, dan pahalanya sampai kepada sang mayit. Syekh Az-Zaila’i dari mazhab Hanafi menyebutkan: أَنَّ الْإِنْسَانَ لَهُ أَنْ يَجْعَلَ ثَوَابَ عَمَلِهِ لِغَيْرِهِ، عِنْدَ أَهْلِ السُّنَّةِ وَالْجَمَاعَةِ، صَلَاةً كَانَ أَوْ صَوْمًا أَوْ حَجًّا أَوْ صَدَقَةً أَوْ قِرَاءَةَ قُرْآنٍ أَوْ الْأَذْكَارَ إلَى غَيْرِ ذَلِكَ مِنْ جَمِيعِ أَنْوَاعِ الْبِرِّ، وَيَصِلُ ذَلِكَ إلَى الْمَيِّتِ وَيَنْفَعُهُ. Bahwa seseorang diperbolehkan menjadikan pahala amalnya untuk orang lain, menurut pendapat Ahlussunnah wal Jama’ah, baik berupa salat, puasa, haji, sedekah, bacaan Qur’an, zikir, atau sebagainya, berupa semua jenis amal baik. Pahala itu sampai kepada mayit dan bermanfaat baginya. (Lihat: Usman bin Ali Az-Zaila’i, Tabyinul Haqaiq Syarh Kanzud Daqaiq, juz 5, h. 131). Sedangkan, Syekh Ad-Dasuqi dari mazhab Maliki menyebutkan: وَإِنْ قَرَأَ الرَّجُلُ، وَأَهْدَى ثَوَابَ قِرَاءَتِهِ لِلْمَيِّتِ، جَازَ ذَلِكَ، وَحَصَلَ لِلْمَيِّتِ أَجْرُهُ. Jika seseorang membaca Alquran, dan menghadiahkan pahala bacaannya kepada mayit, maka hal itu diperbolehkan, dan pahala bacaannya sampai kepada mayit. (Lihat: Muhammad bin Ahmad bin Arafah Ad-Dasuqi, Hasyiyatud Dasuqi Alas Syarhil Kabir, juz 4, h. 173). Senada dengan kedua ulama di atas, imam Nawawi dari mazhab Syafi’i menuturkan: وَيُسْتَحَبُّ لِلزَّائِرِ أَنْ يُسَلِّمَ عَلَى الْمَقَابِرِ، وَيَدْعُوْ لِمَنْ يَزُوْرُهُ وَلِجَمِيْعِ أَهْلِ الْمَقْبَرَةِ، وَالأَفْضَلُ أَنْ يَكُوْنَ السَّلَامُ وَالدُّعَاءُ بِمَا ثَبَتَ فِي الْحَدِيْثِ، وَيُسْتَحَبُّ أَنْ يَقْرَأَ مِنَ الْقُرْآنِ مَا تَيَسَّرَ، وَيَدْعُو لَهُمْ عَقِبَهَا. Dan disunnahkan bagi peziarah kubur untuk mengucapkan salam kepada (penghuni) kubur, serta mendoakan mayit yang diziarahi dan semua penghuni kubur. Salam serta doa lebih diutamakan menggunakan apa yang sudah ditetapkan dalam hadis Nabi. Begitu pula, disunahkan membaca apa yang mudah dari Alquran, dan berdoa untuk mereka setelahnya. (Lihat: Yahya bin Syaraf An-Nawawi, Al-Majmu’, juz 5, h. 311). Syekh Ibnu Qudamah dari mazhab Hanbali juga menuturkan: وَأَيُّ قُرْبَةٍ فَعَلَهَا، وَجَعَلَ ثَوَابَهَا لِلْمَيِّتِ الْمُسْلِمِ، نَفَعَهُ ذَلِكَ، إنْ شَاءَ اللَّهُ. أَمَّا الدُّعَاءُ، وَالِاسْتِغْفَارُ، وَالصَّدَقَةُ، وَأَدَاءُ الْوَاجِبَاتِ، فَلَا أَعْلَمُ فِيهِ خِلَافًا. Dan apapun ibadah yang dia kerjakan, serta dia hadiahkan pahalanya kepada mayit muslim, akan memberi manfaat untuknya. Insya Allah. Adapun doa, istighfar, sedekah, dan pelaksanaan kewajiban maka saya tidak melihat adanya perbedaan pendapat (akan kebolehannya). (Lihat: Abdullah bin Ahmad bin Muhammad bin Qudamah, Al-Mughni, juz 5, h. 79). Di antara ulama yang membolehkan menghadiahkan pahala bacaan Alquran dan kalimat thayyibah kepada mayit adalah Syekh Ibnu Taimiyyah. Dalam kitab Majmu’ul Fatawa disebutkan: وَأَمَّا الْقِرَاءَةُ وَالصَّدَقَةُ وَغَيْرُهُمَا مِنْ أَعْمَالِ الْبِرِّ فَلَا نِزَاعَ بَيْنَ عُلَمَاءِ السُّنَّةِ وَالْجَمَاعَةِ فِي وُصُولِ ثَوَابِ الْعِبَادَاتِ الْمَالِيَّةِ كَالصَّدَقَةِ وَالْعِتْقِ، كَمَا يَصِلُ إلَيْهِ أَيْضًا الدُّعَاءُ وَالِاسْتِغْفَارُ وَالصَّلَاةُ عَلَيْهِ صَلَاةُ الْجِنَازَةِ وَالدُّعَاءُ عِنْدَ قَبْرِهِ. وَتَنَازَعُوا فِي وُصُولِ الْأَعْمَالِ الْبَدَنِيَّةِ، كَالصَّوْمِ وَالصَّلَاةِ وَالْقِرَاءَةِ. وَالصَّوَابُ أَنَّ الْجَمِيعَ يَصِلُ إلَيْهِ. Dan adapun bacaan, sedekah, dan sebagainya, berupa amal-amal kebaikan, maka tidak ada perselisihan di antara para ulama Ahlussunnah wal Jama’ah akan sampainya pahala ibadah harta, seperti sedekah dan pembebasan (memerdekakan budak). Sebagaimana sampai kepada mayit juga, pahala doa, istighfar, salat jenazah, dan doa di samping kuburannya. Para ulama berbeda pendapat soal sampainya pahala amal jasmani, seperti puasa, salat, dan bacaan. Menurut pendapat yang benar, semua amal itu sampai kepada mayit. (Lihat: Ahmad bin Abdul Halim bin Taimiyyah, Majmu’ul Fatawa, juz 24, h. 366). Kedua, sebagian ulama mazhab Maliki yang lain menyatakan, pahala bacaan Alquran dan kalimat thayyibah tidak sampai kepada mayit, karenanya hal itu tidak diperbolehkan. Syekh Ad-Dasuqi dari mazhab Maliki menulis: قَالَ فِي التَّوْضِيحِ فِي بَابِ الْحَجِّ: الْمَذْهَبُ أَنَّ الْقِرَاءَةَ لَا تَصِلُ لِلْمَيِّتِ حَكَاهُ الْقَرَافِيُّ فِي قَوَاعِدِهِ وَالشَّيْخُ ابْنُ أَبِي جَمْرَةَ Penulis kitab At-Taudhih berkata dalam kitab At-Taudhih, bab Haji: Pendapat yang diikuti dalam mazhab Maliki adalah bahwa pahala bacaan tidak sampai kepada mayit. Pendapat ini diceritakan oleh Syekh Qarafi dalam kitab Qawaidnya, dan Syekh Ibnu Abi Jamrah. (Lihat: Muhammad bin Ahmad bin Arafah Ad-Dasuqi, Hasyiyatud Dasuqi Alas Syarhil Kabir, juz 4, h. 173). Dari paparan di atas, para ulama berbeda pendapat tentang hukum menghadiahkan bacaan Alquran dan kalimat thayyibah kepada mayit. Mayoritas ulama meliputi ulama mazhab Hanafi, sebagian ulama mazhab Maliki, ulama mazhab Syafi’i, ulama mazhab Hanbali, dan Syekh Ibnu Taimiyyah membolehkannya. Sedangkan, sebagian ulama mazhab Maliki yang lain melarangnya. 2. Hukum mengkhususkan waktu tertentu untuk membaca Alquran dan kalimat thayyibah. Mayoritas ulama membolehkan pengkhususan waktu tertentu untuk beribadah atau membaca Alquran dan kalimat thayyibah, seperti malam Jumat atau setelah melaksanakan salat lima waktu. Mereka berpegangan kepada hadis riwayat Ibnu Umar: عَنِ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا قَالَ: كَانَ النَّبِىُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَأْتِيْ مَسْجِدَ قُبَاءٍ كُلَّ سَبْتٍ مَاشِيًا وَرَاكِبًا. وَكَانَ عَبْدُ اللَّهِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا يَفْعَلُهُ. Dari Ibnu Umar radhiyallahu anhuma, ia berkata: Nabi shallallahu alaihi wasallam selalu mendatangi masjid Quba’ setiap hari Sabtu, dengan berjalan kaki dan berkendara. Abdullah ibnu Umar radhiyallahu anhuma juga selalu melakukannya. Mengomentari hadits tersebut, al-Hafidz Ibnu Hajar al-Asqalani berkata, hadits ini menunjukkan kebolehan mengkhususkan sebagian hari atau sebagian waktu untuk melaksanakan amal saleh, dan melanggengkannya. (Lihat: Ahmad bin Ali bin Hajar al-Asqalani, Fathul Bari, juz 4, h. 197). Artinya, mengkhususkan hari tertentu seperti tujuh hari berturut-turut dari kematian seseorang, hari ke-40, ke-100, ke-1000, malam Jumat, atau malam lainnya untuk membaca Alquran dan kalimat thayyibah, hukumnya boleh. 3. Hukum bersedekah untuk mayit. Para ulama sepakat bahwa bersedekah untuk mayit hukumnya boleh, dan pahala sedekah sampai kepadanya. Mereka berpedoman pada hadits riwayat Aisyah radhiyallahu anha: أَنَّ رَجُلاً أَتَى النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّ أُمِّيَ افْتُلِتَتْ نَفْسَهَا، وَلَمْ تُوصِ وَأَظُنُّهَا لَوْ تَكَلَّمَتْ تَصَدَّقَتْ. أَفَلَهَا أَجْرٌ إِنْ تَصَدَّقْتُ عَنْهَا. قَالَ «نَعَمْ». Seseorang mendatangi Nabi shallallahu alaihi wasallam, lalu berkata: “Hai Rasulullah. Sesungguhnya ibuku meninggal dalam keadaan tiba-tiba, dan belum berwasiat. Saya rasa seandainya sebelum meninggal dia sempat berbicara, dia akan bersedekah. Apakah dia mendapatkan pahala jika saya bersedekah untuknya?” Rasul bersabda: “Ya.” Mengomentari hadits di atas, Imam Nawawi berkata, hadits ini menjelaskan bahwa bersedekah untuk mayit bermanfaat, dan pahala sedekah sampai kepadanya. Para ulama bersepakat tentang sampainya pahala sedekah kepada mayit. (Lihat: Yahya bin Syaraf An-Nawawi, Shahih Muslim bi Syarhi An-Nawawi, juz 7, h. 90). Demikian ditulis Ustadz Husnul Haq, Pengasuh Pesantren Mahasiswa Mamba’ul Ma’arif Tulungagung yang juga Dosen IAIN Tulungagung, sebagaimana dilansir dair laman resmi Nahdatul Ulama (NU Online) pada Rabu (31/12/2019).

Meninggal pada Hari Jumat Terbebas dari Siksa Kubur, Benarkah?

Kita pasti sering mendengar dengan pernyataan bahwa orang yang meninggal pada hari jumat akan terbebas dari siksa kubur. Tapi benarkah demikian? Dari Abdullah bin Amru bin Ash radhiyallahu ‘anhuma dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa salam bersabda: “Tidak ada seorang muslim pun yang meninggal pada hari Jum’at atau malam Jum’at kecuali Allah akan menjaganya dari fitnah kubur,” (HR. Ahmad no. 6582 dan At-Tirmidzi no. 1074). Akan tetapi para ulama hadis berbeda pendapat tentang kesahihan hadis ini. Mereka berpendapat bahwa hadis itu adalah hadis dhaif. Imam Tirmizi ketika meriwayatkan hadis ini menjelaskan hadis tersebut adalah hadis gharib, yang kemudian ditegaskannya lagi sanadnya tidak tersambung (munqathi’/terputus). Ibnu Hajar al-‘Asqalani menegaskan dalam kitab Fathul Bari sanad hadis ini dhaif dan juga diriwayatkan oleh Abu Ya’la dengan lafaz yang semisalnya dari Hadis Anas bin Malik, tetapi sanadnya lebih dhaif lagi. Syekh Syu’aib Al-Arnauth ketika memberi komentar terhadap hadis ini dalam Musnad Imam Ahmad mengatakan sanad hadis itu dhaif. Kemudian, ia menyebutkan beberapa hadis yang mendukung dan menegaskan semua hadis yang mendukung tersebut tidak bisa digunakan untuk menguatkan hadis ini. Dan, Albani telah salah karena mengatakan hadis itu hasan atau sahih dalam kitabnya Ahkam al-Janaiz. Hadis tersebut juga diriwayatkan oleh Abdurrazzak dalam kitabnya al-Mushannaf dengan lafaz “dilepaskan dari azab kubur”, tetapi dalam sanadnya ada Ibnu Juraij yang terkenal dalam mentadlis hadis. Sebagian ulama mengatakan jika memang kematian seseorang pada hari tertentu memiliki keutamaan atau keistimewaan tentunya hari Senin lebih utama karena pada hari itulah Nabi Muhammad SAW, kekasih dan makhluk paling mulia yang diciptakan Allah SWT, meninggal dunia. Jika hadis-hadist di atas adalah hadis sahih maka itu menunjukkan keutamaan bagi Muslim dan Muslimah yang meninggal pada hari Jumat. Dan, tentunya keutamaan ini hanya bagi kaum Muslimin yang meninggal dalam ketauhidan, yakni keimanannya tidak dinodai oleh kemusyrikan, kekufuran, serta segala yang membatalkan keimanan seseorang. Sedangkan, mereka yang meninggal dalam kemusyrikan dan kekufuran tentunya akan mendapatkan azab kubur dan siksa neraka sebagaimana yang telah dijanjikan Allah SWT dalam Al-Quran dan Sunah Rasul-Nya. Sebagai seorang Muslim dan berpegang pada akidah Ahlus Sunnah wal Jamaah, kita tidak boleh memastikan bahwa seseorang akan masuk surga atau masuk neraka, kecuali yang sudah disebutkan oleh Nabi saw dalam hadis-hadisnya.

Inilah Bacaan Doa Sebelum dan Sesudah Adzan

Tidak ada satu riwayatpun yang menyuruh Muadzin mengucapkan lafaz tertentu sebelum adzan seperti bacaan Hauqalah, tasbih, tahmied, shalawat atau yang lainnya yang berkembang di masyrakat (baca: tuntunan adzan dan iqomat). Adapun bacaan basmalah itu disunahkan secara umum untuk mengawali segala perbuatan yang baik bukan semata – mata adzan. Sementara sesudah adzan baik (Mu’adzin maupun Mustami’unnida’) disyariatkan membaca doa Jabir bin Abdullah berkata bahwasanya Rasulullah saw. Bersabda “Barang siapa yang ketika mendengar adzan mengucapkan ‘Allahumma Rabba………..wa’adttah’ niscaya akan mendapat syafa’atku pada hari kiamat. Diriwayatkan oleh Bukhari dalam al-Adzan bab Ad-Du’a inda an-Nida, hadis ke 579. Ada sebagian orang yang menambah doa ini dengan lafaz: Hadis tentang tambahan ini tidak ada asalnya. Karena hadis shahih yang diriwayatkan oleh Bukhari dan yang lainya sama sekali tidak ada tambahan tersebut, As-Sakhaawy mengatakan “aku tidak pernah dapati tambahan lafaz tersebut sama sekali”. Ada juga tambahan “Innaka laa tukhliful mii’ad” ini terdapat dalam sunan al-Baihaqi tetapi al-Albani mengatakan riwayat ini syadz (cacat). Syaikh Muhammad Abdussalam Khadr Asy Syaqiry dalam Assunan wa Mubtada’at al Muta’alliqah bi al Adzkar wa as Shalawat yang diterbitkan oleh “Dar al-Fikr” mengatakan penambahan kata “Wa darajatarrafi’ah” di tengah shalawat adalah bid’ah dan penambahan kalimat “Innaka la tukhliful mii’ad” di akhir shalawat tidak memiliki dasar hadis yang shahih, hanya menisbatkan kepada Uwais al-Qarni semata dan itu salah besar. Membaca shalawat yang dibuat-buat, ayat-ayat tertentu dengan redaksi atau susunan tertentu, syair atau semacamnya apalagi dengan jama’ah dan dikeraskan sama sekali tidak ada tuntunan dari Rasulullah saw. yang disunahkan adalah menirukan sebagaimana yang diucapkan Mua’adzin lalu membaca shalawat atau berdoa sesuai sabda dan tuntunan Rasulullah saw. Disyari’atkan juga membaca shalawat/doa untuk Nabi saw. Abdullah bin Amru bin Ash mendengar Rasulullah saw. Bersabda “Apabila mendengar seruan muadzin maka ucapkanlah seperti apa yang diucapkanya lalu bershalawatlah untuku, sesungguhnya barang siapa yang bershalawat untuku satu kali maka Allah memberikan rahmat padanya sepuluh kali kemudian mintalah wasilah untuku karena sesungguhnya wasilah itu suatu kedudukan di syorga yang hanya diberikan kepada seorang hamba dan aku mengharap akulah hamba itu” diriwayatkan oleh Muslim dalam kitab shalat Kutubuttis’ah hadis ke 577 juga terdapat dalam (HPT: 125).

Tak Sadar Sering Diucapkan, Ternyata Kalimat Ini Sangat Dibenci Allah

 



Kalimat apa yang dimaksud?


Sebaiknya mulailah berlatih menjaga lisan. 

         Ucapan yang tak terjaga yang keluar dari mulutmu bisa membuat orang tersinggung.


Yang lebih mengkhawatirkan, kamu tak menyadari kalimat yang terlontar ternyata sangat dibenci Allah SWT.


Lantas, kalimat apa yang dimaksud? Sedangkan apakah dalil yang menjelaskan mengenai hal ini?


Kalimat yang dimaksud yaitu kalimat yang merepresentasikan kesombongan dan penolakan terhadap ajakan orang lain berbuat baik, terutama untuk bertaqwa kepada Allah SWT.


Dari Abdullah bin Mas'ud radhiyallahu 'anhu, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,


" Kalimat yang paling Allah benci, seseorang menasehati temannya, 'Bertaqwalah kepada Allah', namun dia menjawab: 'Urus saja dirimu sendiri'."

      (Hadis riwayat Baihaqi dalam Syu'abul Iman,  An Nasai dalam Amal Al Yaum wa Al Lailah,  dishahihkan Al Albani dalam As Shahihah).


Tanda Kesombongan.


Kalimat di atas menunjukkan kesombongan seseorang karena tidak mau mendengarkan ajakan orang lain. 

    Bahkan orang lain dianggap tidak boleh mengurusi masalah ketaqwaannya.


Padahal sejatinya, manusia seharusnya saling mengingatkan dalam kebaikan.


Sikap sombong ini pernah juga dialami oleh Nabi Nuh 'alaihi salam.

     Beliau pun mengadu kepada Allah terkait kesombongan kaumnya, yang tidak mau menyembah Allah SWT. 

      B Hal ini dijelaskan dalam Quran Surat Nuh Ayat 5-7 yang artinya sebagai berikut:


Sabda Nabi Nuh


Nuh berkata: “ Ya Tuhanku Sesungguhnya aku telah menyeru kaumku malam dan siang, Maka seruanku itu hanyalah menambah mereka lari (dari kebenaran). 


Setiap kali aku menyeru mereka (kepada iman) agar Engkau mengampuni mereka, mereka memasukkan jari mereka ke dalam telinganya dan menutupkan bajunya (kemukanya) dan mereka tetap (mengingkari) dan sangat menyombongkan diri. 

(QS. Nuh: 5-7)


Dalam kehidupan sehari-hari sangat sering sekali kita menjawab nasihat orang lain dengan kalimat yang dibenci Allah ini.


Sehingga pada akhirnya orang lain tidak lagi mau menasihati kita karena takut akan mendapatkan perlakuan serupa. 


Pada akhirnya, manusia hanya bergumal pada kesalahan dan tidak mau memperbaiki diri.

Doa Selesai Sholat Dhuha yang Mampu Melancarkan Rezeki



Umroh.com –Waktu dhuha adalah waktu ketika matahari mulai naik kurang lebih 7 hasta sejak terbitnya (kira-kira pukul tujuh pagi) hingga waktu dzuhur.

 Amalan yang dapat kita lakukan di kala waktu dhuha adalah sholat sunnah Dhuha. 

Jumlah rakaat sholat dhuha minimal 2 rakaat dan maksimal 12 rakaat.

 Ada baiknya setelah sholat dhuha membaca doa selesai sholat dhuha. Agar Allah SWT senantiasa memberikan pahala berlimpah untuk kita.

 Keutamaan Sholat Dhuha Sholat dhuha menggantikan kewajiban sedekah untuk semua persendian sebagaimana dalam hadits Abu Dzar dan Buraidah di atas. Dari Nu’aim bin Hammar Al Ghathafani, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

 قَالَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ يَا ابْنَ آدَمَ لاَ تَعْجِزْ عَنْ أَرْبَعِ رَكَعَاتٍ مِنْ أَوَّلِ النَّهَارِ أَكْفِكَ آخِرَهُ

 “Allah Ta’ala berfirman: Wahai anak Adam, janganlah engkau tinggalkan empat raka’at sholat di awal siang (di waktu Dhuha).

 Maka itu akan mencukupimu di akhir siang.” (HR. Tirmidzi) Sholat dhuha juga disebut sebagai sholat awwabin, yaitu sholatnya orang-orang yang banyak kembali kepada Allah. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

 صلاةُ الأوَّابينَ حين تَرمَضُ الفِصَالُ 

“Sholat awwabin adalah ketika anak unta merasakan terik matahari.” (HR. Muslim) 
Manfaat dan faedah dari Sholat Dhuha Manfaat atau faedah sholat dhuha yang dapat diperoleh dan dirasakan oleh orang yang melaksanakan salat duha adalah dapat melapangkan dada dalam segala hal terutama dalam hal rizki, sebab banyak orang yang terlibat dalam hal ini. Dr. Ebrahim Kazim, seorang dokter, peneliti, serta direktur dari Trinidad Islamic Academy menyatakan bahwa gerakan teratur dari sholat menguatkan otot berserta tendonnya, sendi serta berefek luar biasa terhadap sistem kardiovaskular. 

Terlebih lagi sholat dhuha tidak hanya berguna untuk mempersiapkan diri menghadapi hari dengan rangkaian gerakan teraturnya. Tetapi juga menangkal stress yang mungkin timbul dalam kegiatan sehari-hari, sesuai dengan keterangan dr. Ebrahim Kazim tentang sholat, “Ada ketegangan yang lenyap karena tubuh secara fisiologis mengeluarkan zat-zat seperti enkefalin dan endorfin. 

Zat ini sejenis morfin, termasuk opiat. Efek keduanya juga tidak berbeda dengan opiate lainnya. Bedanya, zat ini alami, di produksi sendiri oleh tubuh, sehingga lebih bermanfaat dan terkontrol.” Referensi Hadits terkait Sholat Dhuha Hadits rasulullah terkait sholat dhuha antara lain: 

“Barang siapa sholat Dhuha 12 rakaat, Allah akan membuatkan untuknya istana disurga.” (HR. Tirmiji dan Abu Majah)

 “Siapapun yang melaksanakan sholat dhuha dengan langgeng, akan diampuni dosanya oleh Allah, sekalipun dosa itu sebanyak buih di lautan.” (HR Tirmidzi) “Dari Ummu Hani bahwa rasulullah SAW salat dhuha 8 rakaat dan bersalam tiap dua rakaat.” (HR Abu Daud) Dari Zaid bin Arqam berkata, “Nabi SAW. keluar ke penduduk Quba dan mereka sedang sholat dhuha.” Ia bersabda, 

“Sholat awwabin (duha‘) berakhir hingga panas menyengat (tengah hari).” (HR Ahmad Muslim dan Tirmidzi) Rasulullah bersabda di dalam hadits Qudsi, Allah SWT berfirman, 

“Wahai anak Adam, jangan sekali-kali engkau malas mengerjakan empat rakaat sholat dhuha, karena dengan salat tersebut, Aku cukupkan kebutuhanmu pada sore harinya.” (HR Hakim & Thabrani) “Barangsiapa yang masih berdiam diri di masjid atau tempat sholatnya setelah sholat shubuh karena melakukan iktikaf, berzikir, dan melakukan dua rakaat sholat dhuha disertai tidak berkata sesuatu kecuali kebaikan, maka dosa-dosanya akan diampuni meskipun banyaknya melebihi buih di lautan.” (HR Abu Daud) Dari Abi Zar dari nabi SAW, dia bersabda, 

“Setiap pagi ada kewajiban untuk bersedekah untuk tiap-tiap persendian (ruas). 

Tiap-tiap tasbih adalah sedekah, riap-tiap tahlil adalah sedekah, tiap-tiap takbir adalah sedekah, dan menganjurkan kebaikan serta mencegah kemungkaran itu sedekah. 

Cukuplah menggantikan semua itu dengan dua rakaat sholat dhuha.” (HR Muslim) 

Tata Cara Sholat Dhuha Tata cara melaksanakan sholat dhuha sama sebagaimana tata cara sholat lainnya. 

Dikerjakan dengan dua rakaat-dua rakaat, dengan salam setiap dua rakaat.

 Berdasarkan hadits dari Abdullah bin Umar radhiallahu’anhuma, Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda: 
صلاةُ اللَّيلِ والنَّهارِ مَثنَى مَثنَى

 “Sholat (sunnah) di malam dan siang hari, dua rakaat-dua rakaat” (HR. Abu Daud, An Nasa-i). Syaiikh Abdul Aziz bin Baz menjelaskan:

 ويقرأ فيها ما تيسر سوراً أو آيات ليس فيها شيء مخصوص، يقرأ فيها ما تيسر من الآيات أو من السور. وأقلها ركعتان تسليمة واحدة، وإن صلى أربع أو ست أو ثمان أو أكثر يسلم من كل ثنتين فكله حسن 

“Dalam sholat dhuha (setelah Al Fatihah, pent.) silakan membaca surat atau ayat-ayat apa saja yang dimampui, tidak ada surat atau ayat khusus yang diutamakan. Silakan membaca ayat atau surat apa saja. Jumlah rakaatnya minimal dua rakaat dengan satu salam. Jika ingin sholat empat rakaat atau enam atau delapan rakaat, atau bahkan lebih, dengan salam di setiap dua rakaat, maka ini semua baik” Doa Setelah Sholat Dhuha Adapun doa setelah sholat dhuha adalah sebagai berikut :

 اَللَّهُمَّ إِنَّ الضُّحَاءَ ضُحَاؤُكَ وَالبَهَاءَ بَهَاؤُكَ وَالجَمَالَ جَمَالُكَ وَالقُوَّةَ قُوَّتُكَ وَالقُدْرَةَ قُدْرَتُكَ وَالعِصْمَةَ عِصْمَتُكَ اَللَّهُمَّ إِنْ كَانَ رِزْقِي فِي السَّمَاءِ فَأَنْزِلْهُ وَإِنْ كَانَ فِي الأَرْضِ فَأَخْرِجْهُ وَإِنْ كَانَ مُعْسِرًا فَيَسِّرْهُ وَإِنْ كَانَ حَرَامًا فَطَهِّرْهُ وَإِنْ كَانَ بَعِيْدًا فَقَرِّبْهُ بِحَقِّ ضُحَائِكَ وَبَهَائِكَ وَجَمَالِكَ وَقُوَّتِكَ وَقُدْرَتِكَ آتِنِي مَا آتَيْتَ عِبَادَكَ الصَّالِحِيْنَ

 Allahumma innadhdhuha-a-dhuha-uka, walbahaa-abahaa-uka, wal jamala jamaaluka, wal quwwata quwaatuka, wal qudrota qudrotuka, wal ‘ishmata ishmatuka. Allahumma inkaana rizqii fissamma-i fa anzilhu, wa inkaana fil ardhi fa-akhrijhu, wa inkaana mu’siron fayassirhu, wa inkaana harooman fa thohhirhu, wa inkaana ba’idan fa qoribhu, bihaqqiduhaa-ika wa bahaaika, wa jamaalika wa quwwatika wa qudrotika, aatini maa ataita ibaadakash shoolihin. 

Artinya: 

“Ya Allah, sesungguhnya waktu dhuha adalah waktu dhuha-Mu, keagungan adalah keagungan-Mu, keindahan adalah keindahan-Mu, kekuatan adalah kekuatan-Mu, penjagaan adalah penjagaan-Mu, Ya Allah, apabila rezekiku berada di atas langit maka turunkanlah, apabila berada di dalam bumi maka keluarkanlah, apabila jauh dekatkanlah dengan kebenaran dhuha-Mu, kekuasaan-Mu (wahai Tuhannku), datangkanlah padaku apa yang Engkau datangkanlah kepada hamba-hambaMu yang soleh” 

Sebenarnya hal yang paling penting disini bukan lah kuantitasnya melainkan kualitas. 

Menjalankan shalat dhuha dengan lebih sedikit rakaat lebih baik dari mengerjakan banyak rakaat tetapi tidak khusuk.

 Hendaknya shalat dhuha dilakukan secara istiqomah dan rutin agar dapat memperoleh keutamaan-keutamaan yang disebutkan diatas.

Muslimah... Haruskah Kau Menangis Karena Jomblo?

Ada banyak sekali persoalan yang membuat kita galau, terutama soal jodoh. Apalagi bagi kaum hawa, jodoh seringkali menjadi persoalan yang sangat urgent. Ada yang sudah cukup umur tapi belum menemukan jodohnya. Ada yang sudah menemukan jodoh, tapi terkendala izin orangtua dan masalah finansial. Ada juga yang sibuk ‘mengkompetisikan’ lawan jenis sampai dia merasa menemukan jodoh yang paling tepat. Fenomena jodoh memang bermacam-macam. Mengharapkan jodoh memang tidak salah.Dalam Islam, Alloh SWT mengakomodir perasaan cinta kepada lawan jenis dengan ikatan suci yaitu sebuah pernikahan. Menjadi sesuatu yang menyengsarakan jiwa ketika seseorang terus menerus mengeluh dan mengadukan keresahannya pada Alloh, “Ya Alloh Siapakah Jodohku?”. Ia berharap Alloh akan segera memberikan jawaban-Nya dengan mengirimkan seorang jodoh. Belum lagi perasaan tidak enak ketika disebut seorang jomblo. Seringkali dikatakan “kok jomblo? Gak laku ya!” Atau “ikh ga gaul banget sih ga mau pacaran?” ...seseorang yang layak dicintai, bukan karena keindahan fisik yang akan luntur oleh waktu, akan tetapi keindahan akhlak yang akan bertahan dan menghantarkan pasangan untuk lebih dekat dengan Sang Pencipta Alloh SWT Namun apakah seseorang yang belum menemukan jodoh itu harus menangis, bersedih hati bahkan mengutuk Alloh karena hal itu? Padahal Alloh sudah menjanjikan loh dalam QS 24:26 bahwa: “Wanita-wanita yang keji adalah untuk laki-laki yang keji dan laki-laki yang keji adalah buat wanita-wanita yang keji (pula) dan wanita-wanita yang baik adalah untuk laki-laki yang baik dan laki-laki yang baik adalah untuk wanita-wanita yang baik…” Daripada meratapi kesendirian, banyak banget hal yang bisa kamu lakukan sambil menyiapkan diri bertemu sang jodoh. Salah satunya dengan menjadikan diri sebagai seseorang yang layak dicintai, bukan karena keindahan fisik yang akan luntur oleh waktu, akan tetapi keindahan akhlak yang akan bertahan dan menghantarkan pasangan untuk lebih dekat dengan Sang Pencipta Alloh SWT. Nih ada beberapa tips menjadikanmu seseorang yang layak dicintai, diantaranya: Perbaiki keimanan, seseorang yang memiliki iman yang kuat akan senantiasa berserah diri kepada Alloh dan bersabar. Seseorang yang layak dicintai adalah seseorang yang menghidupkan Alloh dalam jiwanya, membahana ke dalam seluruh sanubarinya, meluap dari setiap ucapannya, tercermin dalam perilakunya, sehingga iman menempati pilar kokoh yang membentengi prinsipnya. Iman mendasari hidupnya, termasuk dalam menemukan jodoh yang dilakukan atas dasar lillahi saja. Bersifat dan bersikap mulia. Rendah hati, menepati janji dan dapat dipercaya, taat beribadah, berpikiran positif. Tentunya kita harus rendah hati bukan rendah diri. Menjauhi kesombongan dan menjauhi perasaan lebih dari orang lain. Sibukkan diri meningkatkan potensi diri. Mumpung masih sendiri, ya pergunakan saja waktu untuk hal-hal yang lebih positif. Mengejar cita-cita yang belum tercapai, mengembangkan bakat yang masih terpendam. Atau bahkan mencoba hal-hal baru yang tentunya harus ada nilai ibadahnya ya. Karena belum tentu sesudah kita memiliki pasangan kita masih memiliki waktu untuk melakukan hal-hal itu. Muhammad-kan dirimu, agar Alloh meng-Khadijah-kan jodohmu. Fathimah-kan dirimu, agar Alloh meng-Ali-kan pasanganmu Nah, seperti itulah sahabat! tulisan ini jadi bahan renungan untuk penulisnya sendiri. Ketika kita berharap dipertemukan dengan jodoh yang mulia, maka berusahalah dari sekarang untuk memuliakan diri. Karena janji Alloh: orang baik akan dipertemukan dengan orang baik. Muhammad-kan dirimu, agar Alloh meng-Khadijahkan jodohmu. Fathimah-kan dirimu, agar Alloh meng-Alikan pasanganmu. Wallohu a’lam bishowwab.
ANCAMAN UNTUK ORANG YANG SUKA TERLAMBAT MENGHADIRI KHUTBAH DAN SHOLAT JUM’AT Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda, احْضُرُوا الذِّكْرَ وَادْنُوا مِنَ الإِمَامِ فَإِنَّ الرَّجُلَ لاَ يَزَالُ يَتَبَاعَدُ حَتَّى يُؤَخَّرَ فِى الْجَنَّةِ وَإِنْ دَخَلَهَا “Hadirilah khutbah dan mendekatlah kepada imam, karena sesungguhnya ada orang yang senantiasa menjauh sampai ia diakhirkan di surga meski ia memasukinya.” [HR. Abu Daud dari Samuroh bin Jundub radhiyallahu’anhu, Ash-Shahihah: 365] #Beberapa_Pelajaran: 1) Celaan terhadap orang-orang yang tidak bersegera untuk menghadiri khutbah dan sholat Jum’at. Abu Ath-Thayyib rahimahullah berkata, وَفِيهِ تَوْهِين أَمْر الْمُتَأَخِّرِينَ وَتَسْفِيه رَأْيهمْ حَيْثُ وَضَعُوا أَنْفُسهمْ مِنْ أَعَالِي الْأُمُور إِلَى أَسَافِلهَا “Dalam hadits ini terdapat perendahan terhadap perbuatan orang-orang yang suka terlambat dan celaan terhadap kebodohan mereka karena telah menurunkan diri-diri mereka sendiri dari amalan yang tinggi kepada yang amalan yang rendah.” [‘Aunul Ma’bud, 3/457] 2) Melambatkan diri dalam menghadiri khutbah dan sholat Jum’at adalah sebab diakhirkannya seseorang untuk masuk surga, bisa juga bermakna derajatnya di surga diturunkan. 3) Perintah bersegera menghadiri khutbah sebelum khatib naik mimbar. 4) Pentingnya mendengarkan khutbah, menyimak dan memahaminya dengan baik (apabila khutbahnya berdasarkan dalil Al-Qur’an dan As-Sunnah yang sesuai dengan pemahaman Salaf), jangan tidur dan jangan berbuat sia-sia. Inilah maksud perintah mendekati imam. 5) Keutamaan sholat Jum’at di shaf pertama. Ini juga maksud perintah mendekati imam. ✏Al-Ustadz Sofyan Chalid Ruray hafizhahullah Semoga bermanfaat. Mohon ta’awun menyebarkan dakwah tauhid dan sunnah ini. Semoga menjadi sebab hidayah dan pemberat timbangan kebaikan kita di Hari Kiamat, insya Allah ta’ala. Jazaakumullaahu khayron wa baaroka fiykum.

Kamis, 28 Mei 2020

Inilah Bahaya Dosa Jariyah, Dosa Mengalir Hingga Hari Kiamat

 Setiap perbuatan,


sekecil apapun itu akan dihisab dan diperhitungkan di akhirat kelak. 


Tidak hanya amal baik, begitupun perbuatan buruk. 


Ketika seseorang melakukan perbuatan baik (beramal) ikhlas karena Allah, dan amalan tersebut berguna untuk banyak orang, membawa kemaslahatan bagi banyak orang, maka amalan tersebut akan menjadi amal jariyah untuknya, yang berarti sampai kapanpun, bahkan sampai orang tersebut meninggal dunia, pahala akan terus mengalir untuknya. 


Begitu pula dengan dosa jariyah, seseorang yang melakukan suatu perbuatan buruk dan perbuatan tersebut diikuti oleh orang lain, ataupun merugikan orang lain, maka sepanjang itu pula dosanya mengalir untuk dirinya sampai hari kiamat. Lalu, seberapa bahaya dosa jariyah dan bagaimana cara bertaubatnya?


 Bahaya Dosa Jariyah yang Dilakukan Manusia 


Coba diingat-ingat lagi, apakah kita pernah melakukan perbuatan buruk yang akhirnya membuat orang lain juga terjerumus dalam dosa? Entah itu mengunggah video porno, membagikan foto membuka aurat di media sosial dan tersebar serta dilihat oleh laki-laki, pernah mengajarkan keburukan dan memberi contoh buruk kepada orang lain seperti berbohong, merokok, mencuri, atau berghibah.


 Sebagaimana ada pahala amal jariyah maka ada juga bahaya dosa jariyah, hal tersebut disebutkan dalam hadist berikut, 


“Barangsiapa yang melakukan suatu perbuatan yang hasanah (baik) dalam Islam maka baginya pahala dari perbuatannya itu dan pahala dari orang yang melakukannya sesudahnya tanpa mengurangi pahala mereka sedikitpun.


 Barangsiapa yang melakukan suatu perbuatan yang buruk, maka baginya dosanya dan dosa orang yang melakukan sesudahnya, tanpa mengurangi dosa mereka sedikitpun.” (HR. Muslim).


 Dari hadits di atas, ditegaskan bahwa mereka yang melakukan dosa akan menanggung dosa mereka sendiri dan dosa orang lain yang mengikuti keburukan mereka.


 Mereka sama sekali tidak akan diberi keringanan azab karena dosa orang yang mengikutinya, Moslem Fellas. 


Demikian juga Allah berfirman bahwa orang yang mengajarkan atau mencontohkan perbuatan dosa, ia akan menanggung dosa orang yang mengikutinya sampai hari kiamat (jika ia tidak bertaubat).


 “Mereka akan memikul dosa-dosanya dengan penuh pada Hari Kiamat, dan memikul dosa-dosa orang yang mereka sesatkan, yang tidak mengetahui sedikit pun (bahwa mereka disesatkan).” (QS. an-Nahl: 25). 


Kehidupan kita di dunia ini pasti akan memberikan dampak setelah kita mati nanti, dan meninggalkan jejak kebaikan atau pun keburukan.


 “Sesungguhnya Kami menghidupkan orang-orang mati, dan Kami menuliskan apa yang telah mereka kerjakan, dan bekas-bekas (dampak) yang mereka tinggalkan.


 Dan segala sesuatu Kami kumpulkan dalam kitab Induk yang nyata (Lauh Mahfuzh).” (QS. Yasin: 12) 


Cara bertaubat dari dosa jariyah Lalu, bagaimanakah cara bertaubat dari dosa jariyah ini? 


Bertaubat dari dosa jariyah yakni dengan bersungguh-sungguh bertaubat, jika sudah menyebarkan kejelekan, maka berusaha untuk menghilangkannya dan mencari cara untuk menghapusnya atau meluruskan hal tersebut. 


Jika sudah mengajarkan, maka berusaha memperbaiki dan menyebarkan koreksi dari kesalahan yang ia sebar dahulu. 


Berita gembiranya adalah, jika sudah bertaubat, maka sudah dosa pun akan dihapus Allah, hal ini disampaikan dalam hadist: 


“Orang yang telah bertaubat dari dosa-dosanya (dengan sungguh-sungguh) adalah seperti orang yang tidak punya dosa.“ (HR. Ibnu Majah dan Al-Baihaqi)


 Bahaya dosa jariyah memang begitu menyeramkan. Sudah sepatutnya kita untuk merenungkan kesalahan dan segera bertaubat dan memperbaiki kesalahan sebelum ajal menjemput. Semangat memperbaiki diri, Moslem Fellas!

Wudhu yang membawa ke Neraka


 Sering kali kita klo wudhu pas tergesa2, atau males basuh lengan sampe atas siku, atau gulung celana.. sehingga bagian2 penting malah tidak terkena air.. dan berakibat diancam masuk neraka.. kira2 bagian tubuh mana saja ya? . 1. Tumit... “Celakalah tumit-tumit dari api neraka.” Beliau menyebut dua atau tiga kali. (HR. Bukhari no. 96 dan Muslim no. 241). Nah kadang klo wudhu kakinya cuma di siram doang ato di usap, tpi ga sampai mata kaki bahkan tumitnya.. hati2 ya.. . 2. Sela2 jari kuku.. ‘Umar bin Al Khottob mengabarkan bahwa ada seseorang yang berwudhu lantas bagian kuku kakinya tidak terbasuh, kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melihatnya dan berkata, “Ulangilah, perbaguslah wudhumu.” Lantas ia pun mengulangi dan kembali shalat. (HR. Muslim no. 243). . 3. Siku.. Sesuai ayat di poster klo kita wudhu ga sentuh siku maka wudhu kita tidak sah.. . InsyaAllah itu aja bagian2 urgent yg sering lalai,, hati2 yaa bisa jadi ancamannya masuk neraka.. klo wudhunya ga sah apalagi sholatnya ... semoga bermanfaat :)

Senin, 25 Mei 2020

Rasulullah SAW bersabda,


Ini Pesan Rasulullah Agar Setan Tak Ganggu Shalat Kita Setan itu mengajak kepada kemaksiatan kepada Allah SWT. Jika manusia berbuat hal-hal yang negatif, maka ia sedang digoda oleh setan. Oleh karena itu, kita harus meningkatkan iman agar terhindar dari godaan setan yang terkutuk. Dalam Kitab Thanbihul Ghafilin dikisahkan bahwa apabila setan-setan itu sukses membuat manusia enggan melaksanakan shalat, maka setan itu akan menerima pujian dan dimuliakan di hadapan iblis. Shalat adalah ibadah paling menentukan posisi seorang hamba di akhirat kelak. Jika shalatnya baik, maka baiklah nilai amal yang lain. Dan begitu juga sebaliknya. Wajar jika iblis menugaskan tentara khususnya untuk menggarap tugas ini. Ada setan spesialis yang mengganggu orang shalat, menempuh segala cara agar shalat seorang hamba kosong dari nilai atau minimal rendah kualitasnya. Setan itu bernama “Khanzab”. Utsman bin Affan pernah bertanya kepada Raulullah SAW, “Wahai Rasulullah, setan telah mengganggu shalat dan bacaanku.” Rasulullah SAW bersabda, “Itulah setan Khanzab, jika engkau merasakan kehadirannya, maka bacalah ta’awud kepada Allah dan meludah kecillah ke arah kiri tiga kali,” (HR. Ahmad).

Minggu, 24 Mei 2020

Memanjangkan Kuku Haram? Benarkah? SEBAGIAN orang menyukai kuku yang panjang lagi bersih, merawat kuku panjang menjadi kesenangan bagi sebagian orang. Tapi sebenarnya bagaimana Islam memandang perkara ini? Bagaimana hukum memanjangkan kuku dalam Islam? Islam mengajarkan akan kemuliaan manusia. Sementara memanjangkan kuku, identik dengan binatang. Karena itu, islam melarang umatnya memanjangkan kuku. Untuk menunjukkan jati diri mereka sebagai manusia yang berbeda dengan binatang. Abu Ayyub Al Azdi menceritakan “Ada seseorang yang mendatangi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dia bertanya pada beliau mengenai berita langit. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan, “Ada orang diantara kalian yang bertanya tentang berita langit, sementara dia biarkan kukunya panjang seperti cakar burung, dengan kuku itu, burung mengumpulkan janabah dan kotoran,” (HR. Ahmad 23542, al-Baihaqi dalam Sunan al-Kubro 861, dan hadis ini dinilai dhaif oleh Syuaib al-Arnauth). Untuk itulah, bagian dari ajaran para nabi, mereka tidak membiarkan kuku mereka. Mereka memotong kuku mereka, karena ini yang sesuai fitrah manusia. Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Ada lima macam fitrah , yaitu : khitan, mencukur bulu kemaluan, memotong kumis, memotong kuku, dan mencabut bulu ketiak,” (HR. Bukhari 5891 dan Muslim 258). Jangan Biarkan Panjang! Sebagai bentuk penekanan, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam memberi batas waktu kepada para sahabat, agar kuku mereka tidak dibiarkan panjang. Sahabat Anas bin Malik mengatakan, “Kami diberi batasan dalam memendekkan kumis, memotong kuku, mencabut bulu ketiak, mencukur bulu kemaluan, agar tidak tidak dibiarkan lebih dari 40 hari,” (HR. Muslim 258). Batas yang diberikan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam sifatnya umum, berlaku untuk semua bagian badan yang dianjurkan untuk dipotong. Hanya saja, jika kuku dibiarkan sampai 40 hari, tentu akan sangat mengerikan. Sehingga untuk kuku, yang menj
Ini Ucapan Selamat Idulfitri Sesuai Sunah Rasulullah Banyak cara orang mengucapkan Hari Raya Idulfitri. Yang sering terdengar adalah 'Minal Aidin wal Faidzin'. Lalu, bagaimana ucapan Idulfitri yang sesuai sunah Rasulullah? Dari Jubair bin Nufair, ia mengatakan bahwa ketika para sahabat Rasululllah berjumpa dengan Hari Raya Idulfitri, mereka pun saling mengucapkan kalimat "taqabbalallahu minna wa minkum". Ucapan Idulfitri 'taqabbalallahu minna wa minkum' memiliki arti "semoga Allah menerima amalku dan amal kalian". Dikutip dari jumanto.com, berikut ini beberapa redaksi ucapan doa dalam hari raya baik panjang maupun pendek. 1. Taqabbalallahu Minna Wa Minkum Arab Pendek Versi yang pertama adalah yang paling mudah untuk diucapkan karena pendek dan sudah familiar kita dengar saat lebaran atau saat ada orang membaca doa tahlilan. Berikut ini tulisan taqabbalallahu minna waminkum dalam bahasa arab: تَقَبَّلَ اللَّهُ مِنَّا وَمِنْكُمْ Arti dari taqabbalallahu minna waminkum: “mudah-mudahan Allah menerima (amal ibadah) kita dan kalian“. Karena diucapkan selepas Ramadhan, tentu saja maksudnya berharap agar amal ibadah kita dan orang yang kita ajak bicara selama bulan Ramadhan diterima oleh Allah. 2. Taqabbalallohu Minna Waminkum Wataqobbal Ya Karim Untuk versi yang agak panjang, ada juga yang menambahkan dengan mengucapkan doa lengkap berikut: taqabbalallahu minna wa minkum wa taqabbal ya kariim. تَقَبَّلَ اللَّهُ مِنَّا وَمِنْكُمْ وَ تَقَبَّلْ ياَ كَرِيْمُ artinya kurang lebih: “mudah-mudahan Allah menerima amal ibadah kita dan kamu semua, dan terimalah ya (Allah) yang maha Mulia“. 3. Taqabbalallahu Minna Waminkum Shiyamana Washiyamakum تَقَبَّلَ اللَّهُ مِنَّا وَمِنْكُمْ صِيَامَنَا وَصِيَامَكُمْ Artinya kurang lebih: “Semoga Allah menerima kita dan kamu semua, puasa kita dan puasa kamu semua“. 4. Versi Ucapan Selamat Idul Fitri Yang Panjang Lengkap Ada juga yang menggunakan lafaz doa lebih panjang lagi yaitu: Taqabbalallaahi minnaa wa minkum taqabbal yaa kariim, wa ja’alanaallaahu wa iyyaakum minal ‘aaidin wal faaiziin تَقَبَّلَ اللَّهُ مِنَّا وَمِنْكُمْ تَقَبَّلْ ياَ كَرِيْمُ وَجَعَلَنَا اللهُ وَاِيَّاكُمْ مِنَ الْعَاءِدِيْنَ وَالْفَائِزِيْنَ Atau versi yang paling panjang sebagai berikut: Taqabbalallaahi minnaa wa minkum taqabbal yaa kariim, wa ja’alanaallaahu wa iyyaakum minal ‘aaidin wal faaiziin wal maqbuulin kullu ‘aamin wa antum bi khair تَقَبَّلَ اللَّهُ مِنَّا وَمِنْكُمْ تَقَبَّلْ ياَ كَرِيْمُ وَجَعَلَنَا اللهُ وَاِيَّاكُمْ مِنَ الْعَاءِدِيْنَ وَالْفَائِزِيْنَ وَالْمَقْبُوْلِيْنَ كُلُّ عاَمٍ وَأَنْتُمْ بِخَيْرٍ Artinya kurang lebih“semoga Allah menerima (amal ibadah) kami dan kamu, Wahai Allah Yang Maha Mulia, terimalah! Dan semoga Allah menjadikan kami dan kamu termasuk orang-orang yang kembali dan orang-orang yang menang serta diterima (amal ibadah). Setiap tahun semoga kamu semua senantiasa dalam kebaikan.” Selain itu ada juga yang menggunakan versi lain yaitu taqabbalallahu minna wa minkum shiyamana wa shiyamakum kullu aam wa antum bikhair. Jawaban Ucapan Taqabbalallahu Minna Waminkum Jika ada yang memberikan doa taqabbalallahu minna wa minkum kepada kita, kita bisa menjawabnya dengan “minna waminkum taqobbal ya karim”. Arti kalimat tersebut kurang lebih “Ya Allah Yang Maha Mulia terimalah amal kami dan kamu”. Jadi dua-duanya sama-sama mendoakan dan insya Allah Maqbul. Aamiin ya Robbal ‘Alamiin.

Kamis, 21 Mei 2020

Doa 'Disehatkan Badan, Mata,& Telinga' Dibaca 3 Kali di Pagi dan Sore

 Oleh: Badrul Tamam Al-Hamdulillah, segala puji milik Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam atas Rasulillah –Shallallahu 'Alaihi Wasallam-, keluarga dan para sahabatnya. Diriwayatkan dari Abdurrahman bin Abi Bakrah, ia bekata kepada ayahnya, "Wahai Ayah, mengapa aku selalu mendengar Ayah membaca sebuah doa dan mengulang-ulangnya sampai tiga kali setiap pagi dan sore?" اَللَّهُمَّ عَافِنِى فِى بَدَنِى اللَّهُمَّ عَافِنِى فِى سَمْعِى اللَّهُمَّ عَافِنِى فِى بَصَرِى لاَ إِلَهَ إِلاَّ أَنْتَاَللَّهُمَّ إِنِّى أَعُوذُ بِكَ مِنَ الْكُفْرِ وَالْفَقْرِ اللَّهُمَّ إِنِّى أَعُوذُ بِكَ مِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ لاَ إِلَهَ إِلاَّ أَنْتَ “Ya Allah, sehatkanlah tubuhku, sehatkanlah pendengaranku, sehatkanlah penglihatanku, tidak ada Tuhan selain Engkau. Ya Allah, aku berlindung dengan-Mu dari kekafiran dan kemiskinan. Ya Allah, aku berlindung dengan-Mu dari siksa kubur, tidak ada Tuhan yang berhak diibadahi selain Engkau." Abu Bakrah menjawab, إِنِّى سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يَدْعُو بِهِنَّ فَأَنَا أُحِبُّ أَنْ أَسْتَنَّ بِسُنَّتِهِ “Aku mendengar Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam berdoa dengan doa itu, maka aku suka mengikuti sunnahnya.” (HR. Abu Dawud, no. 5090. Syaikh Al-Albani menilainya sebagai “hasanul Isnad”. Syaikh Al-‘Allamah Ibnu Bazza menghassankan isnadnya di Tuhfah al-Akhyar: 26) Keterangan Doa Kesempurnaan ibadah seorang hamba sangat berkait dengan kesehatan fisik, mata dan telinga. Karenanya, kita temukan juga doa lain agar senantiasa diberi kenikmatan pada pendengaran, penglihatan, dan kekuatan fisik. Sedangkan nilai kemuliaan kita terletak kepada ubudiyah kita kepada Allah Subahanahu wa Ta'ala. Sehingga sangat penting sekali doa ini bagi yang menyadari pentingnya ibadah bai dirinya. Al-Afiyah dari Allah kepada fisik berarti dijauhkan dari berbagai penyakit dan bala’. Sehingga fungsinya tetap baik. Lalu disebutkan mata dan telinga setelah meminta kesehatan fisik, karena keduanya memiliki koneksi sangat kut terhadap hati. Juga menjadi unsur paling penting untuk masuknya nutrisi hati. Di mana hati menentukan baik atau tidaknya (perbuatan) anggota badah. Dalam doa ini juga disebutkan perlindungan dari kefakiran dan kekufuran. Ini menunjukkan hubungan keduanya. Banyak orang terjerumus kepada kekufuran karena sebab kefakiran. Kefakiran juga menjadi sebab seseorang terhalang dari amal dengan hartanya. Adapun kekufuran adalah doa besar yang sangat membuat Allah murka. Doa ini juga mengandung perlindungan dari siksa kubur. Ini menunjukkan adanya siksa di alam kubur. Siksanya berlanjut sampai terjadinya kiamat. Ia menjadi muqaddimah sebelum siksa sempurna di hari kiamat. Wal’iyadhu billah. Keistimewaan doa ini –di antaranya- di tutup dengan kalimat tauhid. Kalimat agung yang lebih berat daripada langit dan bumi. Apabila seorang hamba meninggal dengannya ia pasti masuk surga. Faidah Hadits 1. Pentingnya mendidik anak dengan keshalihan ayah. Ulama mengatakan bahwa keshalihan ayah akan berpengaruh kepada anak, begitu juga dosa ayah akan berpengaruh kepada anak. Maka semestinya para orangtua, khususnya ayah, selalu memperbaiki hubungannya dengan Allah Subahanahu wa Ta'ala. [Baca: Pengaruh Kesalihan Orang Tua Kepada Anak-anaknya] 2. Mengeraskan bacaan doa dan dzikir supaya didengar dan ditiru oleh anak atau murid. Andaikan Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam tidak mengeraskan suara beliau, tentu para sahabat kesulitan mengetahui apa yang beliau baca saat itu. 3. Pentingnya membaca wirid pagi dan sore, karena wirid itu merupakan nutrisi sekaligus imunisasi bagi setiap muslim. 4. Pentingnya kesehatan, baik jasmani maupun rohani. 5. Pentingnya memohon perlindungan dari kefakiran, kekufuran dan siksa kubur. 6. Pentingnya mengikuti sunnah Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam. Wallahu A’lam. [PurWD/voa-islam.com]

Selasa, 19 Mei 2020

Tarawih : Ibadah Ramadhan Yang Paling Banyak Godaannya

Tarawih : Ibadah Ramadhan Yang Paling Banyak Godaannya Kok bisa begitu? Pertama : Godaan Bahwa Tarawih 'Cuma' Sunnah. Selalu saja muncul godaan dan bisikan setan, bahwa shalat tarawih itu hukumnya cuma sunnah, bukan wajib. Jadi kalau pun tidak dikerjakan hukumnya kan tidak berdosa. Tidak ada yang salah sih sebenarnya dari kalimat di atas. Seluruh ulama tanpa terkecuali sepakat berijma' bahwa shalat tarawih itu hukumnya memang sunnah dan bukan wajib. Sehingga tidak mengapa kalau tidak dikerjakan. Tetapi, justru pada kalimat 'tidak mengapa' itulah terdapat titik pangkal masalahnya. Karena tidak dikerjakan tidak apa-apa alias tidak berdosa, maka banyak dari kita yang menyepelekan shalat tarawih ini. Kadang-kadang shalat dan sering-seringnya malah tidak. Di tengah jamaah aktifis dakwah jumlahnya bejibun itu, saya yakin kalau 100% mereka pasti berpuasa siang hari selama Ramadhan. Tentu dengan pengecualian akhawat yang sedang haidh, nifas atau hamil. Wajar lah, namanya juga puasa wajib, masak sih aktifis dakwah tidak puasa? Tentu aneh sekali, bukan? Tetapi yang sering saya saksikan, banyak sekali aktifis dakwah yang madol, ngabur, ngacir dan mbolos dari shalat tarawih berjamaah di masjid, khususnya di malam-malam Ramadhan penuh ampunan ini. Alasannya tidak lain karena tarawih bukan kewajiban, hukumnya cuma sunnah. Catatan absensi ibadah puasa bisa sebulan penuh terisi, tapi catatan absensi shalat tarawih di masjid, hehe mbrodol . . . Kedua : Godaan Bahwa Tarawih Bisa Dilakukan Sendiri di Rumah Ini godaan yang kedua, yaitu bisikan lembut di dalam batin bahwa shalat tarawih itu toh tidak harus dikerjakan berjamaah di masjid. Boleh juga dilakukan sendiri-sendiri di rumah masing-masing. Secara hukum shalat sudah benar sih, tarawih itu tetap sah bila dikerjakan sendiri-sendiri di rumah. Tidak ada yang melarang hal itu. Tetapi kalau kita merujuk kepada tarawih di masa Rasulullah SAW dan zaman shahabat, nampaknya tidak ada satu pun dari mereka yang shalat tarawih sendiri-sendiri, apalagi di rumah. Di masa Rasulullah SAW, dari tiga malam tarawih yang dikerjakan beliau SAW, semuanya diikuti sejumlah besar shahabat, mereka lalukan dengan berjamaah, bukan di rumah-rumah melainkan di dalam masjid Nabawi. Justru alasan kenapa kemudian dihentikan setelah tiga malam, karena alasan semakin banyaknya jumlah jamaah yang ikut tarawih di masjid. Beliau SAW khawatir dengan semakin banyaknya jamaah itu, lantas tiba-tiba tarawih diwajibkan. Sepeninggal Rasulullah SAW dan sudah tidak ada lagi kekhawatiran diwajibkan, banyak shahabat yang shalat sunnah dan baca quran sendiri-sendiri. Melihat hal itu Umar bin Al-Khattab segera mengoreksinya. Sebab cara itu justru dianggap tidak sejalan dengan sunnah yang dicontohkan Nabi SAW. Maka di tahun kedua masa pemerintahannya, shalat tarawih dihidupkan kembali, dengan cara shalat tarawih berjamaah, dengan satu imam, dilaksanakan di dalam masjid hingga menjadi bagian utuh syiar ibadah qiyam Ramadhan. Seluruh shahabat berijma' akan hal itu, dan shalat tarawih berjamaah di masjid itu pun diikuti oleh seluruh masjid di seluruh bentangan negeri Islam. Dan terus menerus dilaksanakan oleh umat Islam sedunia sepanjang abad 14 ini. Eh, tiba-tiba hari ini malah ada 'godaan' untuk menghilangkan sunnah yang sudah berjalan 14 abad ini dengan cara tarawih sendiri-sendiri di rumah. Memang sah tapi tidak sejalan dengan sunnah. Ketiga : Godaan Bahwa Tarawih di Masjid Terlalu Cepat Ini godaan yang ketiga, sifatnya agak teknis semata. Entah bagaimana di negeri kita ini, shalat tarawih terkesan dilaksanakan dengan agak terburu-buru. Begitu selesai shalat Isya', langsung dikejar dengan shalat tarawih dengan speed yang lumayan tinggi. Tidak ada yang salah sih sebenarnya, toh hal itu boleh-boleh saja hukumnya. Hanya saja, mengingat waktu shalat Maghrib sempat terpotong dengan berbuka puasa, bahkan shalat Maghribnya pun sebaiknya dimundurkan, lha kok malah shalat Isya' dan tarawihnya didesain langsung tancap gas. Bagi kebanyakan bangsa kita yang makan nasi, rasanya harus ada jeda sedikit sebelum memulai lagi shalat tarawih. Biar nasinya turun dulu, entah turun kemana, mungkin ke jempol kaki. Mungkin akan lebih bijaksana bila antara Maghrib dan Isya waktunya sedikit agak diperpanjang. Katakanlah kalau masuk waktu Isya' jam 19.00, bisa saja agak dimuncurkan shalatnya setengah menjadi jam 19.30. Biar ada kesempatan untuk istirahat sejenak, bagi mereka yang berbuka puasa untuk bisa ikut tarawih dengan nyaman. Dan akan lebih bijak lagi, bila speed shalat tarawih itu jangan telalu tinggi. biar bisa khusyu' mendengarkan alunan ayat Al-Quran dan agar bisa thuma'ninah saat rukuk, i'tidal dan sujud. Lalu jeda antara dua-dua rakaat itu dibikin sedikit lebih lama. Namanya saja shalat tarawih, artinya adalah shalat yang banyak istirahatnya. Tidak harus terburu-buru mengejar 20 rakaat dalam 20 menit. Wah, tarawih seperti ini sangat super high speed sekali. Tapi itulah yang lebih sering dilakukan di masjid-masjid, saking cepatnya, jadi ada godaan untuk tarawih sendiri-sendiri di rumah. Katanya, biar lebih khusyu'. Astaghfirullah, banyak sekali godaan shalat tarawih sesuai sunnah, ya.
Mudah Dihafal, Yuk Amalkan 5 Kalimat Zikir Ini Agar Dosa Kita Terampuni
10 Hari Terakhir Ramadhan, Aa Gym Ajak Umat Perbanyak Doa Ini

Kasus perkelahian amad


Ini Tata Cara dan Bacaan Niat Shalat Idul Fitri di Rumah, Berjamaah atau Sendiri

Senin, 18 Mei 2020

Tutorial Cara Mengkompres Video Menggunakan Handbrake Blog rAkip - Assalamualaikum Wr. Wb.. Kali ini Akip akan mengajarkan cara mengkompres video dengan sebuah software yang bernama Handbrake. Tau Handbrake kan? Kalau gak tau, ya sudah, simak penjelasan berikut. Tenang, gak panjang kok... :D Apa itu Handbrake? Handbrake adalah sebuah alat untuk mengkonversi video (termasuk mengkompres) dari hampir semua format video, seperti dari .mp4, .wmv, .mkv, dll. Handbrake adalah software open source, yang artinya itu gratis, tanpa perlu membeli. Jadi, Bagaimana Cara Mengkompres Videonya? Oke oke, mari kita mulai. Silahkan ikuti langkah-langkah berikut. Bagi yang kurang jelas terhadap gambarnya, bisa di klik untuk memperbesar. 1. Klik Source, terus klik Open File. 2. Pilih video yang akan di kompres (tidak ada di gambar). 3. Klik tab video. 4. Pastikan codec yang dipakai adalah H.264 (x264). 5. Centang box Web Optimized. 6. Pilih destinasi tujuan, pastikan namanya berbeda daripada nama video yang asli. 7. Klik Start, lalu tunggu sampai kelar. Aku sudah sering memakai Handbrake ini untuk mengkompres video, karena itu dapat menghemat kuota internet jika sering mengupload video ke jejaring sosial. Ukuran video terbesar yang pernah aku coba adalah sekitar 2 GB. Setelah di kompres, ukuran video langsung menjadi 51 MB. Hebat kan? Dari 2 GB menjadi 51 MB. Bagi yang belum mempunyai Handbrake, silahkan download lewat tombol di bawah. Lalu, pilih salah satu versi yang mensupport PC kalian.

Minggu, 17 Mei 2020

Grafis: Panduan Salat Idulfitri di Rumah Sesuai Fatwa MUI

Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengeluarkan fatwa tentang Panduan Kaifiat Takbir dan Salat Idulfitri saat pandemi Covid-19. Fatwa tersebut juga menjelaskan panduan pelaksanaan salat yang berhukum sunah muakadah itu secara berjemaah maupun munfarid di rumah.

Download Aplikasi Edit Foto Photoshop CS6 Terbaru

Sabtu, 16 Mei 2020

Doa Malam Lailatul Qadar, Sesuai Ajaran Rasulullah

Malam Lailatul Qadar merupakan malam seribu bulan yang berisi kebaikan. Malam tersebut diberikan Allah kepada umat Nabi Muhammad SAW pada saat bulan suci Ramadhan. Malam yang terdapat pada 10 hari terakhir Ramadhan ini pun selalu ditunggu-tunggu oleh umat Islam. Namun tidak ada yang tahu pasti kapan datangnya malam Lailatul Qadar. Ilustrasi doa. (Foto: net) Berikut ini umma rangkum dari berbagai sumber, doa Lailatul Qadar lengkap dengan latin beserta artinya sesuai dengan ajaran Rasulullah SAW. اللَّهُمَّ إِنَّكَ عَفُوٌّ تُحِبُّ الْعَفْوَ فَاعْفُ عَنِّي Latin: Allaahumma Innaka ‘Afuwwun Tuhibbul ‘Afwa Fa’fu ‘Annii Artinya: “Ya Allah, Engkau Maha Pemaaf dan Engkau mencintai orang yang meminta maaf, maka maafkanlah aku.” (HR. Nasai: 7665, Tirmidzi: 3513, Ibnu Majah: 3850, Ahmad: 25384. Menurut Imam Ahmad dan Tirmidzi hadits ini termasuk shahih) Dalam sebuah riwayat mencceritakan: عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَرَأَيْتَ إِنْ عَلِمْتُ أَىُّ لَيْلَةٍ لَيْلَةُ الْقَدْرِ مَا أَقُولُ فِيهَا قَالَ قُولِى اللَّهُمَّ إِنَّكَ عَفُوٌّ تُحِبُّ الْعَفْوَ فَاعْفُ عَنِّى Artinya: Dari ‘Aisyah –radhiyallahu ‘anha-, ia berkata, “Aku pernah bertanya pada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, yaitu jika saja ada suatu hari yang aku tahu bahwa malam tersebut adalah lailatul qadar, lantas apa do’a yang mesti kuucapkan?” Jawab Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Berdo’alah: Allahumma innaka ‘afuwwun tuhibbul ‘afwa fa’fu’anni (Ya Allah, Engkau Maha Pemaaf dan Engkau mencintai orang yang meminta maaf, karenanya maafkanlah aku).” (HR. Tirmidzi no. 3513 dan Ibnu Majah no. 3850).

Hal-Hal yang Membatalkan Puasa

Dalam berbagai literatur fiqh, disebutkan bahwa ada beberapa hal yang dapat membatalkan puasa, yaitu sebagai berikut. 1. Makan dan minum dengan sengaja Makan dan minum yang dapat membatalkan puasa adalah makan dan minum yang dilakukan dengan sengaja. Namun, jika dilakukan tanpa sengaja (lupa), hal tersebut tidak membatalkan puasa. Hal ini sebagaimana sabda Nabi Muhammad saw. berikut. Barang siapa yang lupa, sedangkan ia sedang berpuasa, kemudian makan atau minum, hendaknya ia menyempurnakan puasanya karena sesungguhnya Allah Swt. yang memberinya makan dan minum. (H.R. Muslim dan Ahmad) 2. Muntah dengan sengaja Fiqh puasa Ramadhan juga menyebutkan bahwa muntah yang dilakukan dengan sengaja dapat membatalkan puasa sekalipun muntah tersebut tidak ada yang masuk kembali ke dalam kerongkongan. Akan tetapi, jika tidak disengaja, seperti karena mual atau mabuk kendaraan, hal itu tidak membatalkan puasa. Hal ini didasarkan pada sabda Nabi saw. berikut ini. Barang siapa yang terpaksa muntah, ia tidak wajib meng-qadha puasanya. Namun, barang siapa yang menyengajakannya, ia harus meng-qadha puasanya. (H.R.. Ahmad, Tirmidzi, Abu Daud, dan Ibnu Madjah) 3. Haid dan nifas Dalam fiqh puasa Ramadhan, wanita yang sedang haid dan nifas diharamkan bagi mereka berpuasa. Jika sedang berpuasa tiba-tiba keluar darah haid, puasanya batal dan wajib meng-qadha di bulan lain. Dari Aisyah, ia berkata, ” Kami haid pada masa Rasulullah saw. dan kami disuruh meng-qadha puasa dan tidak disuruh meng-qadha salat.” (H.R. Bukhari dan Muslim) 4. Keluar mani dengan sengaja Keluar mani dengan sengaja karena bersentuhan dengan perempuan atau onani dapat membatalkan puasa menurut fiqh puasa Ramadhan. Namun, jika keluar mani tanpa disengaja karena mimpi atau sakit, hal tersebut tidak membatalkan puasa, hanya diwajibkan mandi junub. Hal ini didasarkan pada sabda Nabi saw. berikut. Tiga hal yang tidak membatalkan puasa: berbekam, muntah (tanpa disengaja), dan mimpi bersetubuh (hingga keluar mani). (H.R. Tirmidzi) 5. Bersetubuh di siang hari saat berpuasa Dalam fiqh puasa Ramadhan, juga disebutkan bahwa bersetubuh di siang saat berpuasa dapat membatalkan puasa. Bahkan, jika hal tersebut dilakukan saat berpuasa Ramadhan, dia wajib membayar kifarat (denda). Hal ini didasarkan pada hadis Nabi saw. berikut ini. Dari Abu Hurairah, ia berkata, “Ketika kami sedang duduk bersama Rasulullah saw., tiba-tiba seorang laki-laki menghadap Nabi saw. seraya berkata, ‘Celakalah saya, wahai Rasulullah!’ Nabi bertanya, ‘Apakah yang mencelakakanmu?’ Ia berkata, ‘Saya menyetubuhi istri saya di (siang hari) bulan Ramadhan, sedangkan saya berpuasa.’ Maka, Rasulullah saw. pun bersabda, ‘Apakah kamu bisa mendapatkan budak sahaya yang dapat kamu merdekakan?’ Ia menjawab, ‘Tidak!’ Nabi bersabda, ‘Mampukah kamu berpuasa dua bulan berturut-turut?’ Jawab lelaki itu, ‘Tidak!’ Nabi bersabda, ‘Dapatkah kamu memberi makan kepada enam puluh orang miskin?’ Jawabnya, ‘Tidak!’ Lelaki tersebut tetap diam di hadapan Rasulullah saw., sementara kami dalam keadaan seperti itu. Tiba-tiba ada yang memberi sekeranjang kurma kepada Nabi saw.. Lalu, Nabi pun bertanya, ‘Di manakah penanya tadi?’ Orang itu menjawab, ‘Saya!’ Beliau bersabda, ‘Ambillah kurma ini dan sedekahkanlah!’ Kata orang itu, ‘Apakah saya sedekahkan kepada orang yang lebih miskin dari saya, wahai Rasulullah? Demi Allah, tidak ada diantara kedua benteng (kedua bukit) kota Madinah ini, keluarga yang lebih miskin dari keluarga saya!’ Maka, tertawalah Nabi hingga tampak gigi taringnya, kemudian beliau bersabda, ‘Berikan makanan itu kepada ahli keluargamu!'” (H.R. Bukhari) Abi dan Ummi, hal inilah yang harus kita perhatikan saat menjalankan ibadah puasa Ramadhan. Jika 5 hal ini dilakukan saat berpuasa, ibadah puasa yang kita lakukan hukumnya batal. Sayang sekali, bukan? Oleh karena itu, yuk, lebih diperhatikan lagi fiqh puasa Ramadhan-nya agar ibadah puasa Ramadhan yang kita lakukan tidak sia-sia! Aamiin. #julu_siri Syam Alam