Asal-usul Makassar, Dulu Ujung Pandang dan Cerita Lelaki Beserban Hijau di Pantai Tallo
Minggu, 21 Maret 2021 | 06:06 WIB
KOMPAS.com - Presiden Joko Widodo meninjau program vaskinasi massal ratusan guru di Kota Makassar, Sulawesi Selatan pada Kamis (18/3/2021).
Makassar sendiri adalah salah satu kota terbesar sekaligus sebagai ibu kota Provinsi Sulawesi Selatan.
Sebelum tahun 1999, Makassar dikenal dengan nama Ujung Pandang.
Nama Makassar sudah disebutkan dalam pupuh 14/3 Kitab Nagarakertagama karya Mpu Prapanca pada abad ke-14 sebagai daerah taklukkan.
Walaupun demikian, Raja Gowa ke-9 Tumaparisi Kallonna (1510-1546) diperkirakan menjadi tokoh pertama yang benar-benar mengembangkan Kota Makassar.
Ia yang memindahkan pusat kerajaan dari pedalaman ke tepi pantai, mendirikan benteng di muara Sungai Jeneberang serta mengangkat seorang syahbandar untuk mengatur perdagangan.
Lalu dari mana asal muasal nama kota Makassar?
Lumut-lumut tumbuh di tembok Benteng Fort Rotterdam, Kota Makassar, Sulawesi Selatan, Rabu (11/2/2015). Benteng Ujung Pandang, begitulah nama benteng ketika masih dijadikan sebagai markas pasukan Kerajaan Gowa.
Lihat Foto
Pada buku Asal-usul Kota-kota di Indonesia Tempo Doeloe, nama Makassar konon berasal dari sebuah peristiwa yang dianggap sangat sakral.
Syahdan suatu pagi di tahun 1605 di tepi pantai Tallo, Baginda Raja Tallo ke-VI kedatangan seorang lelaki berjubah putih dan beserban hijau.
Wajahnya teduh dan seluruh tubuhnya memancarkan cahaya. Ia muncul menghadang gerbang istana dan menjabat tangan sang baginda raja.
Diceritakan raja terpaku kagum pada sang lelaki berjubah.
Lalu lelaki tersebut menulis di telapak tangan baginda. "Perlihatkan tulisan ini pada laki-laki yang sebentar lagi datang merapat di pantai," kata lelaki yang kemudian menghilang begitu saja.
Ternyata kalimat yang tertulis di telapak tangan adalah kalimat syahadat. Baginda menyakini bahwa laki-laki yang diceritakan itu adalah Nabi Muhammad.
Hal tersebut dipercaya sebagai jejak sejarah asal usul nama Makassar. Yakni diambil dari kalimat Akkasaraki Nabiyya yang artinya adalah Nabi menampakkan diri.
Sementara laki-laki yang menemui baginda raja adalah Abdul Ma'mur Khatib Tunggal yang dikenal sebagai Dato'ri Bandang dari Kota Tengah, Minangkabau, Sumatera Barat.
Sejumlah warga memadati anjungan Pantai Losai saat malam perayaan pergantian tahun di Makassar, Sulawesi Selatan,
Dari segi etimologi, sebutan Makassar berasal dari kata Mangkasarak yang artinya mulia dan berterus terang atau jujur.
Hal tersebut selaras dengan sifat-sifat orang Makassar yang tersirat dalam ungkapan Akkana Mangkasarak yang artinya berkata terus terang meskipun pahit dengan penuh keberanian dan rasa tanggung jawab.
Di Kota Makassar, suku yang signifikan jumlahnya adalah suku Makassar, Bugis, Toraja, Mandar, Buton, Jawa, dan Tionghoa.
Pada abad ke-16, Makassar menjadi pusat perdagangan di Indonesia Timur sekaligus menjadi salah satu kota terbesar di Asia Tenggara.
Raja-raja di Makassar menerapkan kebijakan perdagangan bebas yang ketat. Seluruh pengunjung di Makassar berhak melakukan peniagaan dan menolak upaya VOC untuk memperoleh menopoli di kota tersebut.
Makssar juga markas penting bagi pedagang dari Eropa dan Arab. Termasuk menjadi pusat orang Melayu yang melakukan perdagangan di Kepulauan Maluku.
Kontrol penguasa Makassar semakin menurun saat menguatnya monopoli perdagangan rempah-rempah yang diterapkan Belanda melalu VOC.
Pada tahun 1669, Belanda bersama dengan Le Tenri Tatta Arung Palakka dan beberapa kerajaan sekutu Belanda melakukan penyerangan terhadap kerajaan Islam Gowa-Tallo yang mereka anggap menghalangi mereka menguasai rempah-rempah di Indonesia timur.
Saat itu, Gowa-Tallo (Makassar) terdesak dan terpaksa menandatangani perjanjian Bongaya.
Bersantai sambil berpose menikmati senja di Benteng Fort Rotterdam, Makassar, Sulawesi Selatan
Lihat Foto
Pantai Losari menjadi salah satu ikon Kota Makassar yang terletak di jantung Kota Makassar.
Selain Losari ada juga Fort Rotterdam yang dbangun tahun 1545 oleh Raja Gowa X dengan nama Banteng Ujung Pandang.
Di dalamnya ada rumah panggung khas Gowo tenpat raja dan keluarganya tinggal.
Saat menguasai Banda dan Maluku, Belanda menyewa pasukan Maluku untuk menaklukkan Gowa.
Hal tersebut dilakukan agar mereka mudah merapat ke Sulawesi.
Selama setahun, benteng terus digempur dan Belanda berhasil masuk dan menghancurkan rumah raja serta isi benteng.
Di tahun 1667, pihak Sultan Hasanuddin dipaksa untuk menandatangani perjanjian Bongaya yang salah satunya berisi mewajibkan Kerajaan Gowa menyerahkan benteng kepada Belanda.
Setelah diserahkan, benteng kembali dibangun dan dibangun sesuai dengan arsitektur Belanda. Benteng tersebut kemudian diberi nama Ford Rotterdam.
Kala itu, Ford Rotterdam digunakan untuk pusat pemerintahan dan penampungan rempah-rempah di wilayah Indonesia Timur.
Di masa penjajahan Jepang, benteng tersebut difungsikan sebagai pusat studi pertanian dan bahasa. TNI juga pernah menjadikan benteng tersebut sebagai pusat komanda.
Di benteng tersebut ada beberapa ruang tahanan yang salah satunya digunakan untuk menahan Pangeran Diponegoro.
Selain itu ada sebuah gereja peninggalan Belanda dan museum La Galigo yang menyimpan kurang lebih 4.999 koleksi. Saat ini benteng tersebut dijadikan sebagai pusat kebudayaan dan seni.
Kini Kota Makassar berkembang dan menjadi kota wisata yang terkenal dengan sebutan kota Anging Mamiri.