Selasa, 08 November 2022

Suami tidak mau shalat, bagaimana solusinya ?



Salat adalah sebuah kewajiban yang tidak akan gugur dari seorang manusia selagi dia bernafas dan punya ingatan, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda kepada Imran ibn Husain radhiallahu anhu:


صَلِّ قَائِمًا فَإِنْ لَمْ تَسْتَطِعْ فَقَاعِداً، فَإِنْ لَمْ تَسْتَطِعْ فَعَلىَ جَنْبٍ


“Salatlah dalam keadaan berdiri, jika anda tidak mampu maka dengan duduk, jika tidak mampu maka dengan (berbaring) di atas lambung.” (Al-Bukhari, 1006).


Berikan kesempatan terakhir kepada suami agar dia beristiqamah, jika tidak maka perceraian adalah lebih utama dikarenakan dengan hal tersebut telah jelaslah kekufuran dan kesengajaannya meninggalkan salat.


Selain itu, bisa dengan melakukan hal-hal berikut:


1. Menyandarkan diri kepada Allah SWT, tunduk kepada-Nya demi hidayah kepada laki-laki tersebut, dan yang benar adalah kita berdoa untuk seseorang di waktu malam, dan mendakwahinya di waktu siang, sesuai dengan kadar keikhlasan dan kejujuran kita, maka kebaikan dan pengabulan akan datang.


2. Mengambil jalan masuk yang baik menasihatinya, mengetengahkan kata-kata yang indah, memilih waktu-waktu yang sesuai, dan sebutkanlah kebaikan-kebaikan serta sifat-sifatnya yang baik. Dan berusahalah membantunya untuk mempersiapkan kepercayaan dirinya dengan mengatakan, misalnya: “Kamu alhamdulillah adalah seorang yang baik, kamu bertanggung jawab, dan manusia menyebutmu dengan kebaikan, dan akan sangat bagus lagi kalau kamu konsisten mengerjakan salat lima waktu. Karena sesungguhnya aku senang melihat suamiku keluar seperti laki-laki lain bersama keluarganya menuju rumah-rumah Allah.”


3. Mendorong orang-orang saleh dari mahrammu untuk menziarahinya dan mengajaknya salat tanpa dia merasa bahwa hal tersebut adalah sebuah kesepakatan di antara kalian. Dan lebih memilih waktu-waktu salat dalam ziarah hingga dia bisa pergi ke masjid bersama mereka.


4. Membeli kaset-kaset, dan buku-buku kecil yang menjelaskan hukum orang yang meninggalkan salat, serta hukuman orang yang meremehkan pelaksanaan salat pada waktunya, dan meletakkan kaset-kaset serta buku-buku kecil tersebut pada tempat yang biasa dia jangkau dengan tangannya.


5. Berambisi agar dia konsisten dalam mengerjakan salat lima waktu untuk pertama kalinya, kemudian mendakwahinya agar mendirikannya dengan kekhusyuannya, rukuknya dan tumakninahnya.


6. Jadikanlah waktu-waktu makan setelah waktu-waktu salat.


7. Menjelaskan bahayanya meninggalkan salat tepat pada waktunya. Mushab ibn Sa'd ibn Abi Waqqash radhiallahu ‘anhu pernah berkata kepada bapaknya saat membaca firman Allah SWT : “Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang shalat, (yaitu) orang-orang yang lalai dari shalatnya,” (QS. Al-Ma’un: 5).


Dia berkata, “Wahai bapakku, apakah mereka adalah orang-orang yang tidak salat?” Maka berkatalah Sa’d: “Tidak, seandainya mereka meninggalkan salat, maka mereka telah kafir, akan tetapi mereka adalah orang-orang yang mengakhirkan (menunda)nya dari waktunya.” (H.r. Al-Bazzar 1145, dan Thabarani dalam Al-Aushath 2276).


8. Menggunakan sarana-sarana dan senjata berpengaruh yang dimiliki oleh seorang wanita untuk memaksanya agar rutin mengerjakan salat, seperti menolak makan bersamanya, duduk dengannya, serta menolak tidur di pembaringan, dan tidak ada larangan menyampaikan keinginan cerai jika dia tidak menjaga pelaksanaan salat.

Bagaimana tata cara mandi setelah haid ?

 


Mandi wajib setelah haid ada caranya. Setelah masa haid berakhir, perempuan wajib mensucikan dirinya dengan mandi, karena haid adalah salah satu hadas besar. Sebelum mandi, pastikan bahwa darah haid sudah tidak keluar lagi, yakni dengan cara mengoleskan kapas ke bagian vagina. Jika tidak ada bekas warna keruh atau kuning maka tandanya ia telah suci. Berhentinya darah haid juga bisa diketahui melalui cairan bening yang keluar setelah masa haid selesai.


Adapun tata cara mandi wajib setelah haid yaitu :


Pertama, hilangkanlah najis-najis yang keluar dari qubul dan dubur dengan beristinjak.


Kedua, hilangkan kotoran-kotoran di badan yang sulit dihilangkan kecuali dengan air, misalnya membersihkan bekas darah yang menempel di kuku, bekas make up, dll.


Ketiga, sunnah berwudhu dahulu dengan niat kesunnahan dalam mandi


Keempat, berniat mandi wajib dengan membaca :


نَوَيْتُ الْغُسْلَ لِرَفْعِ الْحَدَثِ اْلاَكْبَرِ مِنَ الحَيْضِ فَرْضًا ِللهِ تَعَالَى


Nawaitul Ghusla Liraf’il Hadatsil Akbari minal Haidhi Fardhan Lillaahi Ta’aalaa.


“Aku niat mandi besar untuk menghilangkan hadas besar dari haid fardhu karena Allah Swt.”


Kelima, alirkan air ke seluruh tubuh dari ujung kepala hingga ujung kaki, ratakan air dan gosokkan badan dengan tangan untuk membersihkan kotoran yang menempel pada tubuh.



Jazakallah, Jazakillah, Jazakumullah, Apa Artinya?



BincangSyariah.Com – Pernahkan kita mendengar orang membalas sesuatu kepada anda setelah melakukan sesuatu atau berkontribusi untuk kebaikan, jazakallah ya, jakalillah ya, atau jazakumullah. Yang terakhir acapkali penulis pribadi dengar adalah ungkapan jazakumullah ahsana al-jazaa, yang biasa diucapkan pengurus suatu masjid ketika selesai membacakan perolehan amal. Biasanya dibacakan di momen-momen sebelum shalat yang hanya di waktu tertentu seperti shalat jumat atau shalat id. Tapi apa maksud itu semua, jazakallah, jazakillah, sampai jazakumullah ?

Jika ditilik dari sisi kebahasaan, sebenarnya jazakallah adalah seperangkat kalimat yang lengkap, terdiri atas kata kerja atau disebut sebagai fi’il yaitu kata jazaa’; subjeknya (faa’il) yaitu Allah; dan objek (maf’uul) yaitu ka yang bermakna anta (kamu). Lalu apa makna kata jazaa’? Secara ringkas, jazaa’ bermakna “balasan yang setimpal”. Dalam bahasa Arab, kata jazaa’ semakna dengan aghnaa’ dan akfaa’ yang berarti mencukupi. Makna ini misalnya ditemukan dasarnya di dalam Al-Qur’an surat al-Baqarah [2] ayat 48,

وَاتَّقُوا يَوْماً لاَ تَجْزِي نَفْسٌ عَنْ نَفْسٍ شَيْئاً

dan takutlah kalian kepada hari dimana setiap diri tidak bisa mencukupi (untuk menolong) diri yang lain sedikitpun

Atau contoh lain dalam syair Arab,

أتُجْزُونَ بالودّ المُضاعَفِ مثلَه ، … فإنّ الكريم مَن جزَى الودَّ بالودِّ

Apakah balasan cinta yang begitu besar juga akan kalian terima … sesungguhnya orang yang mulia itu yang membalas cinta dengan cinta

Kembali kepada Dalam bahasa Arab, konsep kata kerja memiliki dimensi waktu yang dibagi menjadi tiga yaitu dahulu, saat ini, dan akan datang. Untuk dimensi waktu dahulu disebutkan sebagai fi’il al-madhi, sementara dimensi hari ini dan akan datang disebut sebagai fi’il al-mudhari’. Maka, secara seharusnya literal berarti kata jazaakallah bermakna “Allah telah membalas engkau”. Namun ada makna yang lebih luas disini. Dalam bahasa Arab, kata kerja yang bermakna lampau, jika dinisbatkan kepada Allah, maka maknanya adalah kekal namun terus-terus. Sehingga, maknanya tidak lagi telah, namun “Allah senantiasa memberikan balasan pada engkau”. Catatan terakhir, jika menggunakan ki (sebagai kata ganti perempuan) maka maknanya untuk lawan bicara perempuan dan kum untuk lawan bicara laki-laki dan perempuan dalam jumlah yang banyak

Sehingga, dapat disimpulkan ketika seseorang menyampaikan ungkapan jazakallah, jazakillah, azaadalah ungkapan harapan agar kebaikan yang diberikan seseorang kepada yang mengucapkannya, mendapatkan balasan yang setimpal dari Allah Swt. Wallahu A’lam

Pernah meninggalkan shalat dengan sengaja, bagaimana bertobatnya ?



Sebagai muslim, Allah wajibkan kita sholat lima waktu. Dan perintah sholat ini di wajibkan bagi muslim berakal. Maka sebagaim muslim berakal kita harus menjalankan sholat sesuai apa yang di ajarkan oleh Nabi shallallahu alaihi wasallam. Dalam Hadits. 


Sholatlah Kalian sebagaimana melihat aku ( Rasulullah ) sholat. 


Dan amalan seorang hamba di hisab oleh Allah pertama kali adalah sholat mereka. Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, ia berkata, “Rasulillah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:


إِنَّ أَوَّلَ مَا يُحَاسَبُ بِهِ الْعَبْدُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ مِنْ عَمَلِهِ الصَّلَاةُ ، فَإِنْ صَلَحَتْ فَقَدْ أَفْلَحَ وَأَنْـجَحَ ، وَإِنْ فَسَدَتْ فَقَدْ خَابَ وَخَسِرَ ، وَإِنِ انْتَقَصَ مِنْ فَرِيْضَةٍ ؛ قَالَ الرَّبُّ : اُنْظُرُوْا ! هَلْ لِعَبْدِيْ مِنْ تَطَوُّعٍ ؟ فَيُكَمَّلُ بِهَا مَا انْتَقَصَ مِنَ الْفَرِيْضَةِ ، ثُمَّ يَكُوْنُ سَائِرُ عَمَلِهِ عَلَىٰ ذٰلِكَ


Sungguh amalan yang pertama kali dihisab dari seorang hamba pada hari kiamat adalah shalatnya. Jika shalatnya baik, maka beruntung dan selamat-lah dia. Namun jika rusak, maka merugi dan celakalah dia. Jika dalam shalat wajibnya ada yang kurang, maka Rabb Yang Mahasuci lagi Mahamulia berkata, ‘Lihatlah, apakah hamba-Ku memiliki shalat sunnah.’ Maka shalat wajibnya disempurnakan oleh shalat sunnah tadi. Lalu dihisablah seluruh amalan wajibnya sebagaimana sebelumnya. HR. Tirmidzi No. 413 dan Imam An Nasai. Hadits shahih dalam Shahih Attarghib wa Tarhib Al Bani No. 540. 


Apabila seorang muslim meninggalkan sholat. Maka dirinya bisa jatuh dalam kekufuran atau kafir. Karena seseorang di katakan muslim atau Kafir adalah dengan meninggalkan sholat. Sebagaimana dalam Hadits yang shahih. 


بَيْنَ العَبْدِ وَبَيْنَ الكُفْرِ وَالإِيْمَانِ الصَّلَاةُ فَإِذَا تَرَكَهَا فَقَدْ أَشْرَكَ


“Pemisah Antara seorang hamba dengan kekufuran dan keimanan adalah shalat. Apabila dia meninggalkannya, maka dia melakukan kesyirikan.” HR. Ath Thobari dan dalam Shahih Attargib wa Attarhib No. 566


Lalu apabila kita meninggalkan sholat dengan sengaja. Maka hendaklah kita bertaubat kepada Allah dengan kembali menjalankan sholat sesuai sunnah. Maka pelajarilah syariat sholat dengan baik. Insya Allah kita tdk akam jatuh dalam kelalaian sholat atau meninggalkannya. 


1. Bertaubat kepada Allah


2. Beristigfar


3. Menjalankan sholat yang di wajibkan sesuai dengan contoh Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam. 


4. Mempelajari aqidah yang benar sesuai pemahaman para Shahabat Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam.


5. Mempelajari syariat sholat sesuai sunnah dan bergaul bersama orang yang shalih, tinggalkan lingkungan yang buruk.


Wallahu a'lam


bismillah walhamdulillah wa shalatu wa salamu ala Rasulillah wa ba'd.

Jika istri tidak shalat apakah dosanya pada suami...?



Pertama-tama, bersyukurlah kepada Allah karena masih ingat tanggung jawab seorang suami terhadap istrinya. Perlu dimaklumi bahwa wanita dititipkan kepada kaum pria agar mendidik dan memimpinnya.


Wanita itu kurang akal dan agamanya, dijadikan dari tulang yang paling bengkok, bila diperlakukan dengan keras akan patah, bila dibiarkan tetap saja dia bengkok yaitu suka berbuat jahat dan menyelisihi sunah (tuntunan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam), sebagaimana yang disebutkan dalam hadis yang sahih.


Wanita perlu dinasihati pelan-pelan, diambil hatinya, beri tahu dia bahwa salat adalah perintah Allah, bukan perintah suami. Seseorang dikatakan muslim bila menjalankan salat. Bila tidak, maka dia menjadi kafir, sedangkan orang kafir tidak boleh menikah dengan orang Islam. Bacakanlah hadis berikut ini dengan bahasa nasihat, semoga istri mau sadar dan segera rajin salat lagi. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,


إِنَّ الْعَهْدَ الَّذِيْ بَيْنَنَا وَبَيْنَهُمْ اَلصَّلاَةُ فَمَنْ تَرَكَهَا فَقَدْ كَفَرَ


“Sesungguhnya perjanjian antara kami dan mereka adalah salat. Barang siapa yang meninggalkannya maka dia kafir.” (HR. An-Nasa’i; dinilai shahih oleh Al-Albani dalam Al-Misykah, 1/126)


Jika usaha dengan lembut dan dengan berbagai macam cara belum juga dia mau salat, sedangkan suami sudah menimbang maslahat dan madharatnya, bila dia meminta cerai maka ceraikan dia, semoga Allah mengganti dengan yang lebih baik.


عَسَى رَبُّهُ إِن طَلَّقَكُنَّ أَن يُبْدِلَهُ أَزْوَاجاً خَيْراً مِّنكُنَّ مُسْلِمَاتٍ مُّؤْمِنَاتٍ قَانِتَاتٍ تَائِبَاتٍ عَابِدَاتٍ سَائِحَاتٍ ثَيِّبَاتٍ وَأَبْكَاراً


“Jika Nabi menceraikan kamu, boleh jadi Rabb-nya akan memberi ganti kepadanya dengan istri-istri yang lebih baik daripada kamu, yang patuh, yang beriman, yang taat, yang bertobat, yang mengerjakan ibadah, yang berpuasa, yang janda dan yang perawan.” (QS. At-Tahrim: 5).