Selasa, 23 November 2021

Segera Istighfar Bila Mimpi 7 Hewan Ini, Tanda Orang Jahat Sedang Mendekati Kata Ustadz Khalid Basalamah

 


Berikut ini penjelasan Ustadz Khalid Basalamah tentang hewan dan mimpi.


Orang yang didalam mimpinya didatangi tujuh hewan berikut, menjadi tanda dari Allah akan ada orang jahat yang mendekatinya.


Lantas hewan apa saja yang dimaksud oleh Ustadz Khalid Basalamah tersebut? Berikut jawabannya.


Dilansir PortalJember.com dari video yang diunggah kanal YouTube Cahaya Islam ID pada Minggu, 29 Juli 2018 mengungkap tentang hewan-hewan pembawa bahaya tersebut.


Allah sebagai Dzat Yang Maha Pengasih lagi Penyayang selalu ingin memberikan perlindungan kepada hamba-Nya.


Banyak cara yang dilakukan Allah agar seorang hamba yang dicintainya selamat dari balak dan musibah.


Salah satu cara yang biasa dilakukan ilaha memberikan firasat dalam bentuk bunga tidur atau mimpi.


Seseorang yang mengalami mimpi tertentu, bisa saja menjadi petunjuk dari Allah tentang masa depannya.


Menurut Ustadz Khalid Basalamah, ada mimpi yang menunjukkan bahwa seseorang akan didekati oleh orang jahat.


Di dalam bunga tidur itu, seseorang yang akan didekati orang jahat akan bertemu dengan tujuh hewan.


Hal ini sudah disepakati oleh para ulama sehingga kebenarannya tidak perlu diragukan lagi.


"Kata para ulama siapa yang mimpi tujuh hewan ini, (yaitu) ular, kalajengking, rajawali, gagak, tikus, anjing buas, dan cicak menandakan ada orang buruk yang sedang mendekati dia," tegasnya.


Salah seorang ulama yang membenarkan hal tersebut ialah Ibnu Sirin. Bahkan, mimpi tujuh hewan tersebut juga jadi tanda seseorang kena sihir.


"Sering juga orang kalau kena sihir itu mempunya mesti salah satu dari tujuh hewan ini," ujarnya.


Maka dari itu, seseorang dianjurkan mengucapkan istighfar agar Allah bisa memberikan perlindungan kepada orang tersebut.


Itulah tujuh hewan yang yang jadi pertanda buruk bila hadir di alam mimpi menurut Ustadz Khalid Basalamah.***

Inilah Tiga Tanda Kalau Kamu Ikhlas

 


Allah akan senantiasa menolong kaum muslimin karena keikhlasan sebagian orang dari umat ini. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, 


إِنَّمَا يَنْصُرُ اللَّهُ هَذِهِ الْأُمَّةَ بِضَعِيفِهَا بِدَعْوَتِهِمْ وَصَلَاتِهِمْ وَإِخْلَاصِهِمْ


“Allah akan menolong umat ini karena sebab orang miskin, karena do’a orang miskin tersebut, karena shalat mereka dan karena keikhlasan mereka dalam beramal.”


[1] Ikhlas adalah salah satu syarat diterimanya suatu amalan, di samping amalan tersebut harus sesuai tuntunan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Tanpa ikhlas, amalan jadi sia-sia belaka. Ibnul Qayyim dalam Al Fawa-id memberikan nasehat yang sangat indah tentang ikhlas, “Amalan yang dilakukan tanpa disertai ikhlas dan tanpa mengikuti tuntunan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bagaikan seorang musafir yang membawa bekal berisi pasir. Bekal tersebut hanya memberatkan, namun tidak membawa manfaat apa-apa.”


Perintah untuk Ikhlas


Setiap amalan sangat tergantung pada niat. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,


إنَّمَا الأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ، وَإِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى


“Sesungguhnya amal itu tergantung dari niatnya. Dan setiap orang akan memperoleh apa yang dia niatkan.”


[2] Dan niat itu sangat tergantung dengan keikhlasan pada Allah. Hal ini berdasarkan firman Allah Ta’ala,


وَمَا أُمِرُوا إِلا لِيَعْبُدُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ حُنَفَاءَ وَيُقِيمُوا الصَّلاةَ وَيُؤْتُوا الزَّكَاةَ وَذَلِكَ دِينُ الْقَيِّمَةِ


“Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama dengan lurus, dan supaya mereka mendirikan salat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus.” (QS. Al Bayyinah: 5)


Allah pun mengetahui segala sesuatu yang ada dalam isi hati hamba. Allah Ta’ala berfirman,


قُلْ إِنْ تُخْفُوا مَا فِي صُدُورِكُمْ أَوْ تُبْدُوهُ يَعْلَمْهُ اللَّهُ


“Katakanlah: “Jika kamu menyembunyikan apa yang ada dalam hatimu atau kamu melahirkannya, pasti Allah mengetahui”.” (QS. Ali Imran: 29)


Dalam ayat lainnya, Allah memperingatkan dari bahaya riya’ –yang merupakan lawan dari ikhlas- dalam firman-Nya,


لَئِنْ أَشْرَكْتَ لَيَحْبَطَنَّ عَمَلُكَ


“Jika kamu mempersekutukan (Rabbmu), niscaya akan hapuslah amalmu.” (QS. Az Zumar: 65)


Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,


قَالَ اللَّهُ تَبَارَكَ وَتَعَالَى أَنَا أَغْنَى الشُّرَكَاءِ عَنِ الشِّرْكِ مَنْ عَمِلَ عَمَلاً أَشْرَكَ فِيهِ مَعِى غَيْرِى تَرَكْتُهُ وَشِرْكَهُ


“Allah Tabaroka wa Ta’ala berfirman: Aku sama sekali tidak butuh pada sekutu dalam perbuatan syirik. Barangsiapa yang menyekutukan-Ku dengan selain-Ku, maka Aku akan meninggalkannya (maksudnya: tidak menerima amalannya, pen) dan perbuatan syiriknya.”


[3] An Nawawi mengatakan, “Amalan seseorang yang berbuat riya’ (tidak ikhlas), itu adalah amalan batil yang tidak berpahala apa-apa, bahkan ia akan mendapatkan dosa.”


[4] Dalam hadits lainnya, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,


مَنْ تَعَلَّمَ عِلْمًا مِمَّا يُبْتَغَى بِهِ وَجْهُ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ لاَ يَتَعَلَّمُهُ إِلاَّ لِيُصِيبَ بِهِ عَرَضًا مِنَ الدُّنْيَا لَمْ يَجِدْ عَرْفَ الْجَنَّةِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ


“Barangsiapa yang menutut ilmu yang sebenarnya harus ditujukan hanya untuk mengharap wajah Allah, namun ia mempelajarinya hanya untuk mendapatkan materi duniawi, maka ia tidak akan pernah mencium bau surga pada hari kiamat nanti.”


[5] Pengertian Ikhlas Menurut Para Ulama


Para ulama menjelaskan ikhlas dengan beberapa pengertian, namun sebenarnya hakikatnya sama. Berikut perkataan ulama-ulama tersebut.


[6] Abul Qosim Al Qusyairi mengatakan, “Ikhlas adalah menjadikan niat hanya untuk Allah dalam melakukan amalan ketaatan. Jadi, amalan ketaatan tersebut dilakukan dalam rangka mendekatkan diri pada Allah. Sehingga yang dilakukan bukanlah ingin mendapatkan perlakuan baik dan pujian dari makhluk atau yang dilakukan bukanlah di luar mendekatkan diri pada Allah.”


Abul Qosim juga mengatakan, “Ikhlas adalah membersihkan amalan dari komentar manusia.”


Jika kita sedang melakukan suatu amalan maka hendaklah kita tidak bercita-cita ingin mendapatkan pujian makhluk. Cukuplah Allah saja yang memuji amalan kebajikan kita. Dan seharusnya yang dicari adalah ridho Allah, bukan komentar dan pujian manusia.


Hudzaifah Al Mar’asiy mengatakan, “Ikhlas adalah kesamaan perbuatan seorang hamba antara zhohir (lahiriyah) dan batin.” Berkebalikan dengan riya’. Riya’ adalah amalan zhohir (yang tampak) lebih baik dari amalan batin yang tidak ditampakkan. Sedangkan ikhlas, minimalnya adalah sama antara lahiriyah dan batin.


Dzun Nuun menyebutkan tiga tanda ikhlas:


Tetap merasa sama antara pujian dan celaan orang lain.


Melupakan amalan kebajikan yang dulu pernah diperbuat.


Mengharap balasan dari amalan di akhirat (dan bukan di dunia).Al Fudhail bin ‘Iyadh mengatakan, “Meninggalkan amalan karena manusia adalah riya’. Beramal karena manusia termasuk kesyirikan. Sedangkan ikhlas adalah engkau terselamatkan dari dua hal tadi.”


Ada empat definisi dari ikhlas yang bisa kita simpulkan dari perkataan ulama di atas.


Meniatkan suatu amalan hanya untuk Allah.


Tidak mengharap-harap pujian manusia dalam beramal.


Kesamaan antara sesuatu yang tampak dan yang tersembunyi.


Mengharap balasan dari amalannya di akhirat.